Selasa, 14 Juni 2011

Hukum Musik Itu Haram


Kontroversi tentang musik seakan tak pernah berakhir. Baik yang pro maupun kontra masing-masing menggunakan dalil. Namun bagaimana para sahabat, tabi’in, dan ulama salaf memandang serta mendudukkan perkara ini? Sudah saatnya kita mengakhiri kontroversi ini dengan merujuk kepada mereka.

Musik dan nyanyian, merupakan suatu media yang dijadikan sebagai alat penghibur oleh hampir setiap kalangan di zaman kita sekarang ini. Hampir tidak kita dapati satu ruang pun yang kosong dari musik dan nyanyian. Baik di rumah, di kantor, di warung dan toko-toko, di bus, angkutan kota ataupun mobil pribadi, di tempat-tempat umum, serta rumah sakit. Bahkan di sebagian tempat yang dikenal sebagai sebaik-baik tempat di muka bumi, yaitu masjid, juga tak luput dari pengaruh musik.

Merebaknya musik dan lagu ini disebabkan banyak dari kaum muslimin tidak mengerti dan tidak mengetahui hukumnya dalam pandangan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang mubah, halal, bahkan menjadi konsumsi setiap kali mereka membutuhkannya. Jika ada yang menasihati mereka dan mengatakan bahwa musik itu hukumnya haram, serta merta diapun dituduh dengan berbagai macam tuduhan: sesat, agama baru, ekstrem, dan segudang tuduhan lainnya.Namun bukan berarti, tatkala seseorang mendapat kecaman dari berbagai pihak karena menyuarakan kebenaran, lantas menjadikan dia bungkam. Kebenaran harus disuarakan, kebatilan harus ditampakkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:لاَ يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ هَيْبَةُ النَّاسِ أَنْ يَقُولَ في حَقٍّ إِذَا رَآهُ أَوْ شَهِدَهُ أَوْ سَمِعَهُ“Janganlah rasa segan salah seorang kalian kepada manusia, menghalanginya untuk mengucapkan kebenaran jika melihatnya, menyaksikannya, atau mendengarnya.” (HR. Ahmad, 3/50, At-Tirmidzi, no. 2191, Ibnu Majah no. 4007. Dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullahu dalam Silsilah Ash-Shahihah, 1/322)

Terlebih lagi, jika permasalahan yang sebenarnya dalam timbangan Al-Qur`an dan As-Sunnah adalah perkara yang telah jelas. Hanya saja semakin terkaburkan karena ada orang yang dianggap sebagai tokoh Islam berpendapat bahwa hal itu boleh-boleh saja, serta menganggapnya halal untuk dikonsumsi kaum muslimin. Di antara mereka, adalah Yusuf Al-Qaradhawi dalam kitabnya Al-Halal wal Haram, Muhammad Abu Zahrah, Muhammad Al-Ghazali Al-Mishri, dan yang lainnya dari kalangan rasionalis. Mereka menjadikan kesalahan Ibnu Hazm rahimahullahu sebagai tameng untuk membenarkan penyimpangan tersebut.Oleh karenanya, berikut ini kami akan menjelaskan tentang hukum musik, lagu dan nasyid, berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta perkataan para ulama salaf.

Definisi Musik

Musik dalam bahasa Arab disebut ma’azif, yang berasal dari kata ‘azafa yang berarti berpaling. Kalau dikatakan: Si fulan berazaf dari sesuatu, maknanya adalah berpaling dari sesuatu. Jika dikatakan laki-laki yang ‘azuf dari yang melalaikan, artinya yang berpaling darinya. Bila dikatakan laki-laki yang ‘azuf dari para wanita artinya adalah yang tidak senang kepada mereka.Ma’azif adalah jamak dari mi’zaf (مِعْزَفٌ), dan disebut juga ‘azfun (عَزْفٌ). Mi’zaf adalah sejenis alat musik yang dipakai oleh penduduk Yaman dan selainnya, terbuat dari kayu dan dijadikan sebagai alat musik. Al-‘Azif adalah orang yang bermain dengannya.Al-Laits rahimahullahu berkata: “Al-ma’azif adalah alat-alat musik yang dipukul.” Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Al-ma’azif adalah alat-alat musik.” Al-Qurthubi rahimahullahu meriwayatkan dari Al-Jauhari bahwa al-ma’azif adalah nyanyian. Yang terdapat dalam Shihah-nya bahwa yang dimaksud adalah alat-alat musik. Ada pula yang mengatakan maknanya adalah suara-suara yang melalaikan. Ad-Dimyathi berkata: “Al-ma’azif adalah genderang dan yang lainnya berupa sesuatu yang dipukul.” (lihat Tahdzib Al-Lughah, 2/86, Mukhtarush Shihah, hal. 181, Fathul Bari, 10/57)Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu berkata: “Al-ma’azif adalah nama bagi setiap alat musik yang dimainkan, seperti seruling, gitar, dan klarinet (sejenis seruling), serta simba.” (Siyar A’lam An-Nubala`, 21/158)Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata bahwa al-ma’azif adalah seluruh jenis alat musik, dan tidak ada perselisihan ahli bahasa dalam hal ini. (Ighatsatul Lahafan, 1/260-261)

Mengenal Macam-Macam Alat Musik
Alat-alat musik banyak macamnya. Namun dapat kita klasifikasi alat-alat tersebut ke dalam empat kelompok:Pertama: Alat-alat musik yang diketuk atau dipukul (perkusi).Yaitu jenis alat musik yang mengeluarkan suara saat digoncangkan, atau dipukul dengan alat tabuh tertentu, (misal: semacam palu pada gamelan, ed.), tongkat (stik), tangan kosong, atau dengan menggesekkan sebagiannya kepada sebagian lainnya, serta yang lainnya. Alat musik jenis ini memiliki beragam bentuk, di antaranya seperti: gendang, kubah (gendang yang mirip seperti jam pasir), drum, mariba, dan yang lainnya.Kedua: Alat musik yang ditiup.Yaitu alat yang dapat mengeluarkan suara dengan cara ditiup padanya atau pada sebagiannya, baik peniupan tersebut pada lubang, selembar bulu, atau yang lainnya. Termasuk jenis ini adalah alat yang mengeluarkan bunyi yang berirama dengan memainkan jari-jemari pada bagian lubangnya. Jenis ini juga beraneka ragam, di antaranya seperti qanun dan qitsar (sejenis seruling).Ketiga: Alat musik yang dipetik.Yaitu alat musik yang menimbulkan suara dengan adanya gerakan berulang atau bergetar (resonansi), atau yang semisalnya. Lalu mengeluarkan bunyi saat dawai/senar dipetik dengan kekuatan tertentu menggunakan jari-jemari. Terjadi juga perbedaan irama yang muncul tergantung kerasnya petikan, dan cepat atau lambatnya gerakan/getaran yang terjadi. Di antaranya seperti gitar, kecapi, dan yang lainnya.Keempat: Alat musik otomatis.Yaitu alat musik yang mengeluarkan bunyi musik dan irama dari jenis alat elektronik tertentu, baik dengan cara langsung mengeluarkan irama, atau dengan cara merekam dan menyimpannya dalam program yang telah tersedia, dalam bentuk kaset, CD, atau yang semisalnya. (Lihat risalah Hukmu ‘Azfil Musiqa wa Sama’iha, oleh Dr. Sa’d bin Mathar Al-‘Utaibi)

Dalil-Dalil tentang Haramnya Musik dan LaguDalil dari Al-Qur`an Al-Karim1. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Luqman: 6)Ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala ini telah ditafsirkan oleh para ulama salaf bahwa yang dimaksud adalah nyanyian dan yang semisalnya. Di antara yang menafsirkan ayat dengan tafsir ini adalah: Abdullah bin ‘Abbas c, beliau mengatakan tentang ayat ini: “Ayat ini turun berkenaan tentang nyanyian dan yang semisalnya.” (Diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (no. 1265), Ibnu Abi Syaibah (6/310), Ibnu Jarir dalam tafsirnya (21/40), Ibnu Abid Dunya dalam Dzammul Malahi, Al-Baihaqi (10/221, 223), dan dishahihkan Al-Albani dalam kitabnya Tahrim Alat Ath-Tharb (hal. 142-143)). Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, tatkala beliau ditanya tentang ayat ini, beliau menjawab: “Itu adalah nyanyian, demi Allah yang tiada Ilah yang haq disembah kecuali Dia.” Beliau mengulangi ucapannya tiga kali. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya, Ibnu Abi Syaibah, Al-Hakim (2/411), dan yang lainnya. Al-Hakim mengatakan: “Sanadnya shahih,” dan disetujui Adz-Dzahabi. Juga dishahihkan oleh Al-Albani, lihat kitab Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 143) ‘Ikrimah rahimahullahu. Syu’aib bin Yasar berkata: “Aku bertanya kepada ‘Ikrimah tentang makna (lahwul hadits) dalam ayat tersebut. Maka beliau menjawab: ‘Nyanyian’.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Tarikh-nya (2/2/217), Ibnu Jarir dalam tafsirnya, dan yang lainnya. Dihasankan Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 143). Mujahid bin Jabr rahimahullahu. Beliau mengucapkan seperti apa yang dikatakan oleh ‘Ikrimah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 1167, 1179, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abid Dunya dari beberapa jalan yang sebagiannya shahih).Dan dalam riwayat Ibnu Jarir yang lain, dari jalan Ibnu Juraij, dari Mujahid, tatkala beliau menjelaskan makna al-lahwu dalam ayat tersebut, beliau berkata: “Genderang.” (Al-Albani berkata: Perawi-perawinya tepercaya, maka riwayat ini shahih jika Ibnu Juraij mendengarnya dari Mujahid. Lihat At-Tahrim hal. 144) Al-Hasan Al-Bashri t, beliau mengatakan: “Ayat ini turun berkenaan tentang nyanyian dan seruling.”As-Suyuthi rahimahullahu menyebutkan atsar ini dalam Ad-Durrul Mantsur (5/159) dan menyandarkannya kepada riwayat Ibnu Abi Hatim. Al-Albani berkata: “Aku belum menemukan sanadnya sehingga aku bisa melihatnya.” (At-Tahrim hal. 144)
Oleh karena itu, berkata Al-Wahidi dalam tafsirnya Al-Wasith (3/441): “Kebanyakan ahli tafsir menyebutkan bahwa makna lahwul hadits adalah nyanyian. Ahli ma’ani berkata: ‘Termasuk dalam hal ini adalah semua orang yang memilih hal yang melalaikan, nyanyian, seruling, musik, dan mendahulukannya daripada Al-Qur`an.”2. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:أَفَمِنْ هَذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ. وَتَضْحَكُونَ وَلاَ تَبْكُونَﮛ ﮜ ﮝ ﮞ ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ“Maka apakah kalian merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kalian menertawakan dan tidak menangis? Sedangkan kalian ber-sumud?” (An-Najm: 59-61)Para ulama menafsirkan “kalian bersumud” maknanya adalah bernyanyi. Termasuk yang menyebutkan tafsir ini adalah: Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma. Beliau berkata: “Maknanya adalah nyanyian. Dahulu jika mereka mendengar Al-Qur`an, maka mereka bernyanyi dan bermain-main. Dan ini adalah bahasa penduduk Yaman (dalam riwayat lain: bahasa penduduk Himyar).” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya (27/82), Al-Baihaqi (10/223). Al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan sanadnya shahih.” (Majma’ Az-Zawa`id, 7/116) ‘Ikrimah rahimahullahu. Beliau juga berkata: “Yang dimaksud adalah nyanyian, menurut bahasa Himyar.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Syaibah, 6/121)Ada pula yang menafsirkan ayat ini dengan makna berpaling, lalai, dan yang semisalnya. Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Ini tidaklah bertentangan dengan makna ayat sebagaimana telah disebutkan, bahwa yang dimaksud sumud adalah lalai dan lupa dari sesuatu. Al-Mubarrid mengatakan: ‘Yaitu tersibukkan dari sesuatu bersama mereka.’ Ibnul ‘Anbar mengatakan: ‘As-Samid artinya orang yang lalai, orang yang lupa, orang yang sombong, dan orang yang berdiri.’ Ibnu ‘Abbas c berkata tentang ayat ini: ‘Yaitu kalian menyombongkan diri.’ Adh-Dhahhak berkata: ‘Sombong dan congkak.’ Mujahid berkata: ‘Marah dan berpaling.’ Yang lainnya berkata: ‘Lalai, luput, dan berpaling.’ Maka, nyanyian telah mengumpulkan semua itu dan mengantarkan kepadanya.” (Ighatsatul Lahafan, 1/258)3. Firman Allah Subhanahu wa Ta'alakepada Iblis:وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَولاَدِ وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلاَّ غُرُورًا“Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.” (Al-Isra`: 64)Telah diriwayatkan dari sebagian ahli tafsir bahwa yang dimaksud “menghasung siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu” adalah melalaikan mereka dengan nyanyian. Di antara yang menyebutkan hal tersebut adalah: Mujahid rahimahullahu. Beliau berkata tentang makna “dengan suaramu”: “Yaitu melalaikannya dengan nyanyian.” (Tafsir Ath-Thabari)Sebagian ahli tafsir ada yang menafsirkannya dengan makna ajakan untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ibnu Jarir berkata: “Pendapat yang paling benar dalam hal ini adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengatakan kepada Iblis: ‘Dan hasunglah dari keturunan Adam siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu,’ dan Dia tidak mengkhususkan dengan suara tertentu. Sehingga setiap suara yang dapat menjadi pendorong kepadanya, kepada amalannya dan taat kepadanya, serta menyelisihi ajakan kepada ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka termasuk dalam makna suara yang Allah Subhanahu wa Ta'ala maksudkan dalam firman-Nya.” (Tafsir Ath-Thabari)Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata tatkala menjelaskan ayat ini: “Sekelompok ulama salaf telah menafsirkannya dengan makna ‘suara nyanyian’. Hal itu mencakup suara nyanyian tersebut dan berbagai jenis suara lainnya yang menghalangi pelakunya untuk menjauh dari jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala.” (Majmu’ Fatawa, 11/641-642)Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Satu hal yang telah dimaklumi bahwa nyanyian merupakan pendorong terbesar untuk melakukan kemaksiatan.” (Ighatsatul Lahafan, 1/255)

Dalil-dalil dari As-Sunnah1. Hadits Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ari radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
 لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ يَأْتِيهِمْ يَعْنِي الْفَقِيرَ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا: ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا؛ فَيُبَيِّتُهُمْ اللهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Akan muncul di kalangan umatku, kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik. Dan akan ada kaum yang menuju puncak gunung kembali bersama ternak mereka, lalu ada orang miskin yang datang kepada mereka meminta satu kebutuhan, lalu mereka mengatakan: ‘Kembalilah kepada kami besok.’ Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala membinasakan mereka di malam hari dan menghancurkan bukit tersebut. Dan Allah mengubah yang lainnya menjadi kera-kera dan babi-babi, hingga hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari, 10/5590)Hadits ini adalah hadits yang shahih. Apa yang Al-Bukhari sebutkan dalam sanad hadits tersebut: “Hisyam bin Ammar berkata...”1 tidaklah memudaratkan kesahihan hadits tersebut. Sebab Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu tidak dikenal sebagai seorang mudallis (yang menggelapkan hadits), sehingga hadits ini dihukumi bersambung sanadnya.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “(Tentang) alat-alat (musik) yang melalaikan, telah shahih apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya secara ta’liq dengan bentuk pasti (jazm), yang masuk dalam syaratnya.” (Al-Istiqamah, 1/294, Tahrim Alat Ath-Tharb, hal. 39. Lihat pula pembahasan lengkap tentang sanad hadits ini dalam Silsilah Ash-Shahihah, Al-Albani, 1/91)Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata setelah menyebutkan panjang lebar tentang keshahihan hadits ini dan membantah pendapat yang berusaha melemahkannya: “Maka barangsiapa –setelah penjelasan ini– melemahkan hadits ini, maka dia adalah orang yang sombong dan penentang. Dia termasuk dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak masuk ke dalam surga, orang yang dalam hatinya ada kesombongan walaupun seberat semut.” (HR. Muslim) [At-Tahrim, hal. 39]
Makna hadits ini adalah akan muncul dari kalangan umat ini yang menganggap halal hal-hal tersebut, padahal itu adalah perkara yang haram. Al-‘Allamah ‘Ali Al-Qari berkata: “Maknanya adalah mereka menganggap perkara-perkara ini sebagai sesuatu yang halal dengan mendatangkan berbagai syubhat dan dalil-dalil yang lemah.” (Mirqatul Mafatih, 5/106)2. Hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
:صَوْتَانِ مَلْعُونَانِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ: مِزْمَارٌ عِنْدَ نِعْمَةٍ، وَرَنَّةٌ عِنْدَ مُصِيبَةٍ
Dua suara yang terlaknat di dunia dan akhirat: seruling ketika mendapat nikmat, dan suara (jeritan) ketika musibah.” (HR. Al-Bazzar dalam Musnad-nya, 1/377/755, Adh-Dhiya` Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah, 6/188/2200, dan dishahihkan oleh Al-Albani berdasarkan penguat-penguat yang ada. Lihat Tahrim Alat Ath-Tharb, hal. 52)
Juga dikuatkan dengan riwayat Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma, dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا نُهِيْتُ عَنِ النَّوْحِ عَنْ صَوْتَيْنِ أَحْمَقَيْنِ فَاجِرَيْنِ: صَوْتٍ عِنْدَ نَغْمَةِ لَهْوٍ وَلَعِبٍ وَمَزَامِيرِ شَيْطَانٍ، وَصَوْتٍ عِنْدَ مُصِيبَةٍ خَمْشِ وُجُوهٍ وَشَقِّ جُيُوبٍ وَرَنَّةِ شَيْطَانٍ
“Aku hanya dilarang dari meratap, dari dua suara yang bodoh dan fajir: Suara ketika dendangan yang melalaikan dan permainan, seruling-seruling setan, dan suara ketika musibah, mencakar wajah, merobek baju dan suara setan.” (HR. Al-Hakim, 4/40, Al-Baihaqi, 4/69, dan yang lainnya. Juga diriwayatkan At-Tirmidzi secara ringkas, no. 1005)
An-Nawawi rahimahullahu berkata tentang makna ‘suara setan’: “Yang dimaksud adalah nyanyian dan seruling.” (Tuhfatul Ahwadzi, 4/75)

3. Hadits Abdullah bin ‘Abbas c, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيَّ -أَوْ حُرِّمَ الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْكُوبَةُ. قَالَ: وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkan atasku –atau– diharamkan khamr, judi, dan al-kubah. Dan setiap yang memabukkan itu haram.” (HR. Abu Dawud no. 3696, Ahmad, 1/274, Al-Baihaqi, 10/221, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 2729, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan Al-Albani, lihat At-Tahrim hal. 56).Kata al-kubah telah ditafsirkan oleh perawi hadits ini yang bernama ‘Ali bin Badzimah, bahwa yang dimaksud adalah gendang. (lihat riwayat Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, no. 12598)

4. Hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash c, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَالْمَيْسِرَ وَالْكُوبَةَ وَالْغُبَيْرَاءَ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengharamkan khamr, judi, al-kubah (gendang), dan al-ghubaira` (khamr yang terbuat dari bahan jagung), dan setiap yang memabukkan itu haram.” (HR. Abu Dawud no. 3685, Ahmad, 2/158, Al-Baihaqi, 10/221-222, dan yang lainnya. Hadits ini dihasankan Al-Albani dalam Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 58)

Atsar dari Ulama Salaf1. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata:الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِي الْقَلْبِ“Nyanyian itu menimbulkan kemunafikan dalam hati.” (Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Dzammul Malahi, 4/2, Al-Baihaqi dari jalannya, 10/223, dan Syu’abul Iman, 4/5098-5099. Dishahihkan Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 10. Diriwayatkan juga secara marfu’, namun sanadnya lemah)2. Ishaq bin Thabba` rahimahullahu berkata: Aku bertanya kepada Malik bin Anas rahimahullahu tentang sebagian penduduk Madinah yang membolehkan nyanyian. Maka beliau mejawab: “Sesungguhnya menurut kami, orang-orang yang melakukannya adalah orang yang fasiq.” (Diriwayatkan Abu Bakr Al-Khallal dalam Al-Amru bil Ma’ruf: 32, dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal. 244, dengan sanad yang shahih)Beliau juga ditanya: “Orang yang memukul genderang dan berseruling, lalu dia mendengarnya dan merasakan kenikmatan, baik di jalan atau di majelis?”Beliau menjawab: “Hendaklah dia berdiri (meninggalkan majelis) jika ia merasa enak dengannya, kecuali jika ia duduk karena ada satu kebutuhan, atau dia tidak bisa berdiri. Adapun kalau di jalan, maka hendaklah dia mundur atau maju (hingga tidak mendengarnya).” (Al-Jami’, Al-Qairawani, 262)3. Al-Imam Al-Auza’i rahimahullahu berkata: ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu menulis sebuah surat kepada ‘Umar bin Walid yang isinya: “... Dan engkau yang menyebarkan alat musik dan seruling, (itu) adalah perbuatan bid’ah dalam Islam.” (Diriwayatkan An-Nasa`i, 2/178, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 5/270. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 120)4. ‘Amr bin Syarahil Asy-Sya’bi rahimahullahu berkata: “Sesungguhnya nyanyian itu menimbulkan kemunafikan dalam hati, seperti air yang menumbuhkan tanaman. Dan sesungguhnya berdzikir menumbuhkan iman seperti air yang menumbuhkan tanaman.” (Diriwayatkan Ibnu Nashr dalam Ta’zhim Qadr Ash-Shalah, 2/636. Dihasankan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim, hal. 148)Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abid Dunya (45), dari Al-Qasim bin Salman, dari Asy-Sya’bi, dia berkata: “Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melaknat biduan dan biduanita.” (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 13)5. Ibrahim bin Al-Mundzir rahimahullahu –seorang tsiqah (tepercaya) yang berasal dari Madinah, salah seorang guru Al-Imam Al-Bukhari t– ditanya: “Apakah engkau membolehkan nyanyian?” Beliau menjawab: “Aku berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak ada yang melakukannya menurut kami kecuali orang-orang fasiq.” (Diriwayatkan Al-Khallal dengan sanad yang shahih, lihat At-Tahrim hal. 100)6. Ibnul Jauzi rahimahullahu berkata: “Para tokoh dari murid-murid Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu mengingkari nyanyian. Para pendahulu mereka, tidak diketahui ada perselisihan di antara mereka. Sementara para pembesar orang-orang belakangan, juga mengingkari hal tersebut. Di antara mereka adalah Abuth Thayyib Ath-Thabari, yang memiliki kitab yang dikarang khusus tentang tercela dan terlarangnya nyanyian.Lalu beliau berkata: “Ini adalah ucapan para ulama Syafi’iyyah dan orang yang taat di antara mereka. Sesungguhnya yang memberi keringanan dalam hal tersebut dari mereka adalah orang-orang yang sedikit ilmunya serta didominasi oleh hawa nafsunya. Para fuqaha dari sahabat kami (para pengikut mazhab Hambali) menyatakan: ‘Tidak diterima persaksian seorang biduan dan para penari.’ Wallahul muwaffiq.” (Talbis Iblis, hal. 283-284)7. Ibnu Abdil Barr rahimahullahu berkata: “Termasuk hasil usaha yang disepakati keharamannya adalah riba, upah para pelacur, sogokan (suap), mengambil upah atas meratapi (mayit), nyanyian, perdukunan, mengaku mengetahui perkara gaib dan berita langit, hasil seruling dan segala permainan batil.” (Al-Kafi hal. 191)8. Ath-Thabari rahimahullahu berkata: “Telah sepakat para ulama di berbagai negeri tentang dibenci dan terlarangnya nyanyian.” (Tafsir Al-Qurthubi, 14/56)9. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: “Mazhab empat imam menyatakan bahwa alat-alat musik semuanya haram.” Lalu beliau menyebutkan hadits riwayat Al-Bukhari rahimahullahu di atas. (Majmu’ Fatawa, 11/576)Masih banyak lagi pernyataan para ulama yang menjelaskan tentang haramnya musik beserta nyanyian. Semoga apa yang kami sebutkan ini sudah cukup menjelaskan perkara ini.Wallahu a’lam.
 
 
dikutip dari: artikel manhaj salaf

Rabu, 27 April 2011

RUMUS KECANTIKAN

" Setiap muslim wajib menuntut ilmu "
Rumus kecantikan wanita
kategori: Berita - Tanggal Posting : 28/01/2008 10:30 WIB
Tidak cantik = Minder dan jarang disukai orang.
Cantik = Percaya diri, terkenal dan banyak yang suka.
AH MASA SIH??

Itulah sekelumit rumus yang ada dalam fikiran wanita atau bisa juga akhwat. Sebuah rumus simple namun amat berbahaya. Darimanakah asal muasal rumus ini? Bisa jadi dari media ataupun oleh opini masyarakat yang juga telah teracuni oleh media- baik cetak maupun elektronik- bahwa kecantikan hanya sebatas kulit luar saja. Semua warga Indonesia seolah satu kata bahwa yang cantik adalah yang berkulit putih, tinggi semampai, hidung mancung, bibir merah, mata jeli, langsing, dll. Akibatnya banyak kaum hawa yang ingin memiliki image cantik seperti yang digambarkan khalayak ramai, mereka tergoda untuk membeli kosmetika yang dapat mewujudkan mimpi-mimpi mereka dan mulai melalaikan koridor syari’at yang telah mengatur batasan-batasan untuk tampil cantik. Ada yang harap-harap cemas mengoleskan pemutih kulit, pelurus rambut, mencukur alis, mengeriting bulu mata, mengecat rambut sampai pada usaha memancungkan hidung melalui serangkaian treatment silikon, dll. Singkat kata, mereka ingin tampil secantik model sampul, bintang iklan ataupun teman pengajian yang qadarullah tampilannya memikat hati. Maka tidak heran setiap saya melewati toko kosmetik terbesar di kota saya, toko tersebut tak pernah sepi oleh riuh rendah kaum hawa yang memilah milih kosmetik dalam deretan etalase dan mematut di depan kaca sambil terus mendengarkan rayuan manis dari si mba SPG.
Kata cantik telah direduksi sedemikian rupa oleh media, sehingga banyak yang melalaikan hakikat cantik yang sesungguhnya. Mereka sibuk memoles kulit luar tanpa peduli pada hati mereka yang kian gersang. Tujuannya? Jelas, untuk menambah deretan fans dan agar kelak bisa lebih mudah mencari pasangan hidup, alangkah naifnya. Faktanya, banyak dari teman-teman pengajian saya yang sukses menikah bukanlah termasuk wanita yang cantik ataupun banyak kasus yang muncul di media massa bahwa si cantik ini dan itu perkawinannya kandas di tengah jalan. Jadi, tidak ada korelasi antara cantik dan kesuksesan hidup!.
Teman-teman saya yang sukses menikah walaupun tidak cantik-cantik amat tapi kepribadiannya amat menyenangkan, mereka tidak terlalu fokus pada rehab kulit luar tapi mereka lebih peduli pada recovery iman yang berkelanjutan sehingga tampak dalam sikap dan prinsip hidup mereka, kokoh tidak rapuh. Pun, jika ada teman yang berwajah elok mereka malah menutupinya dengan cadar supaya kecantikannya tidak menjadi fitnah bagi kaum adam dan hanya dipersembahkan untuk sang suami saja, SubhanAlloh. Satu kata yang terus bergema dalam hidup mereka yakni bersyukur pada apa-apa yang telah Alloh berikan tanpa menuntut lagi, ridho dengan bentuk tubuh dan lekuk wajah yang dianugerahkan Alloh karena inilah bentuk terbaik menurut-Nya, bukan menurut media ataupun pikiran dangkal kita. Kalau kita boleh memilih, punya wajah dan kepribadian yang cantik itu lebih enak tapi tidak semua orang dianugerahi hal semacam itu, itulah ke maha adilan Alloh, ada kelebihan dan kekurangan pada diri tiap orang. Dan satu hal yang pasti, semua orang bertingkah laku sesuai pemahaman mereka, jika kita rajin menuntut ilmu agama InsyaAlloh gerak-gerik kita sesuai dengan ilmu yang kita miliki. Demikian pula yang terjadi pada wanita-wanita yang terpaku pada kecantikan fisik semata, menurut asumsi saya, mereka merupakan korban-korban iklan dan kurang tekun menuntut ilmu agama, sehingga lahirlah wanita-wanita yang berpikiran dangkal, mudah tergoda dan menggoda. Mengutip salah satu hadist, Rasulullah Shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda :
“Siapa yang Alloh kehendaki kebaikan baginya, Alloh akan pahamkan ia dalam agamanya”(Shahih, Muttafaqun ‘alaihi).
Hadist diatas dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Baz bahwa ia menunjukkan keutamaan ilmu. Jika Alloh menginginkan seorang hamba memperoleh kebaikan, Alloh akan memahamkan agama-Nya hingga ia dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang bathil, mana petunjuk mana kesesatan. Dengannya pula ia dapat mengenal Rabbnya dengan nama dan sifat-sifat-Nya serta tahu keagungan hak-Nya. Ia pun akan tahu akhir yang akan diperoleh para wali Alloh dan para musuh Alloh.
Syaikh Ibnu Baz lebih lanjut juga mengingatkan betapa urgennya menuntut ilmu syari’at:

“Adapun ilmu syar’i, haruslah dituntut oleh setiap orang (fardhu ‘ain), karena Alloh menciptakan jin dan manusia untuk beribadah dan bertaqwa kepada-Nya. Sementara tidak ada jalan untuk beribadah dan bertaqwa kecuali dengan ilmu syar’i, ilmu Al-Qur’an dan as Sunnah”.

Dus, sadari sejak semula bahwa Alloh menciptakan kita tidak dengan sia-sia. Kita dituntut untuk terus menerus beribadah kepadaNya. Ilmu agama yang harus kita gali adalah ilmu yang Ittibaurrasul (mencontoh Rasulullah) sesuai pemahaman generasi terbaik yang terdahulu (salafusshalih), itu adalah tugas pokok dan wajib. Jika kita berilmu niscaya kita akan mengetahui bahwa mencukur alis (an-namishah), tatto (al-wasyimah), mengikir gigi (al-mutafallijah) ataupun trend zaman sekarang seperti menyambung rambut asli dengan rambut palsu (al-washilah) adalah haram karena perbuatan-perbuatan tersebut termasuk merubah ciptaan Alloh. Aturan-aturan syari’at adalah seperangkat aturan yang lengkap dan universal, sehingga keinginan untuk mempercantik diri seyogyanya dengan tetap berpedoman pada kaidah-kaidah syara’ sehingga kecantikan kita tidak mendatangkan petaka dan dimurkai Alloh. Apalah gunanya cantik tapi hati tidak tentram atau cantik tapi dilaknat oleh Alloh dan rasul-Nya, toh kecantikan fisik tidak akan bertahan lama, ia semu saja. Ada yang lebih indah dihadapan Alloh, Rabb semesta alam, yaitu kecantikan hati yang nantinya akan berdampak pada mulianya akhlaq dan berbalaskan surga. Banyak-banyaklah introspeksi diri (muhasabah), kenali apa-apa yang masih kurang dan lekas dibenahi. Jangan ikuti langkah-langkah syaitan dengan melalaikan kita pada tugas utama karena memoles kulit luar bukanlah hal yang gratis, ia butuh waktu dan biaya yang tidak sedikit. Bukankah menghambur-hamburkan uang (boros) adalah teman syaitan?. JADI, mari kita ubah sedikit demi sedikit mengenai paradigma kecantikan.

Faham Syari’at = CANTIK
Tidak Faham Syari’at = Tidak CANTIK sama sekali!
Bagaimana? setuju?.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu ’alaihi Wa sallam bersabda:
”Innallaha la yanzhuru ila ajsamikum wa la ila shuwarikum walakin yanzhuru ila qulubikum”
”Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik kalian dan rupa kalian akan tetapi Allah melihat hati dan kalian” (HR. Muslim)
.



 

Selasa, 01 Februari 2011

HIPNOTIS ???

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh
Ustadz, akhir2 ini banyak acara sulap, misal: The Master, Uya Emang Kuya, Demian Show, dll. Kemarin (saat pindah2 chanel) saya sempat melihat Uya Emang Kuya. Salah satu yang dia tampilkan adalah menghipnotis seorang ABG 14 tahun yang sedang berbelanja di mall bersama ibunya. Si ABG (saat tidur karena dihipnotis) ditanyai macam2 hal, dia mengaku pacaran dengan teman laki2nya dan pernah (maaf) ciuman & pelukan. Namun saat sudah sadar, dia ditanyai hal yg sama, dia menjawab tidak pernah pacaran, apalagi ciuman & pelukan.

Saya jadi teringat beberapa waktu yang lalu di Metro TV pernah dibahas bahwa ilmu hipnotis bisa digunakan polisi untuk membuat teroris (yang sudah tertangkap) untuk mengaku. Biasanya mereka dibuat tidak sadar, lalu kemudian ditanyai macam2.

Saya juga pernah dengar ada pengobatan penyakit dengan hipnotis, ada juga diet dengan hipnotis.

Nah, saya jadi penasaran beberapa hal:
1. Apa hukum ilmu hipnotis?
2. Jika digunakan untuk kebaikan (menanyai teroris, pengobatan, diet) hukumnya bagaimana?
Jazakallahu khairan untuk jawaban yg ustadz berikan.

Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh
Nelly Tsabita Hanifah

Jawaban:
Wa'alaikumussalam warohmatullah wabarokatuh
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Selanjutnya akhir-akhir ini banyak pembicaraan seputar terapi hipnotis atau hipnosis. Masyarakatpun terbelah menjadi dua kelompok besar karenanya; ada yang pro dan tidak sedikit pula yang kontra.

Untuk sedikit memberikan titik terang kepada pembaca, agar tidak kebingungan mensikapi terapi hipnotis, maka saya merasa perlu untuk sedikit memberikan klarifikasi tentangnya.

Saudaraku, perlu diketahui bahwa hipnotis yang ada di masyarakat secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian:

1. Hipnotis Klasik
Hipnotis klasik ialah kemampuan untuk menyelami lalu mempengaruhi pikiran orang lain atau bahkan diri sendiri yang diperoleh dengan berbagai metode yang sarat dengan upacara klenik, misalnya sesajian, membakar kemenyan, ramu-ramuan tertentu dan lainnya. Tidak diragukan perbuatan semacam ini bertentangan dengan syari'at islam, bahkan dapat menghantarkan pelakukan kepada jurang kesyirikan kepada Allah Ta'ala. Karena mungkin saja di antara ritual yang ia lakukan ialah dengan mengajukan korban atau sesajian kepada setan. Tentu perbuatan ini adalah syirik yang mengancam keislaman pelakunya.

وَيَوْمَ يِحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُم مِّنَ الإِنسِ وَقَالَ أَوْلِيَآؤُهُم مِّنَ الإِنسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِيَ أَجَّلْتَ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَليمٌ
Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Allah berfirman): "Hai golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia." Lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia: "Ya Rabb kami, sesungguhnya sebahagian dari pada kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami." Allah berfirman: "Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)" Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." (Qs. Al An'am: 128)

Ulama' ahli tafsir menjelaskan bahwa jin dan manusia saling memanfaatkan. Jin memanfaat manusia dengan sesajian yang dipersembahkan oleh manusia untuk mereka. Sebaliknya manusia memanfaatkan jin dengan mendapatkan berbagai layanan istimewa yang diberikan oleh jin kepada para penyembahnya. (At Tamhid Syarah Kitab At Tauhid 374)

Akan tetapi bisa saja ramu-ramuan yang ia lakukan hanya sekedar kombinasi dedaunan yang aromanya dapat mempengaruhi akal sehat seseorang, misalnya daun ganja atau yang serupa, maka bila ini yang terjadi maka itu hanya sebatas perbuatan haram dan tidak sampai menjadikan pelakunya keluar dari keislaman.

2. Hipnotis Modern
Hipnotis mederen inilah yang sekarang ini banyak dikembangkan dan diajarkan oleh berbagai lembaga pelatihan di masyarakat. Hipnotis moderen ini sejauh yang saja ketahui adalah pengembangan dan menejeman fungsi otak kanan dan otak kiri. Mereka menamakan otak kiri dengan pikiran sadar, sedangkan otak kanan dengan pikiran bawah sadar.

Walau demikian melalui training dan pelatihan, seseorang dapat mengoptimalkan otak kanannya, sehingga dapat bekerja seimbang dengan otak kiri, sehingga bekerja di bawah kesadaran kita.

Ilmuan zaman sekarang telah berhasil mengetahui pola kerja kedua otak manusia; kanan dan kiri. Mereka menjelaskan bahwa otak kiri berfungsi untuk memikirkan hal-hal yang bersifat logika, dan memiliki ciri senantiasa bekerja di bawah kesadaran kita. Sedangkan otak kanan, berfungsi sebagai penanggung jawab tentang segala yang berkaitan dengan rasa, seni, dan berfungsi sebagai bank data bagi berbagai data, kejadian, perasaan yang pernah dialami oleh manusia.

Otak kanan biasanya bekerja di bawah kesadaran kita. Misalnya, semasa anda duduk di bangku sekolah SD, SMP, lalu SMA, banyak memiliki teman. Akan tetapi bila sekarang ini, pada saaat anda membaca tulisan ini, saya minta anda menyebutkan 50 nama teman semasa SD, 50 teman semasa SMP, 50 teman semasa SMA, saya yakin anda cukup kerepotan untuk menyebutnya. Akan tetapi sekedar anda bertemu dan bertatap muka dengan mereka, anda  langsung ingat, bukan sekedar nama, bahkan berbagai pengalaman anda dengannya spontan teringat, seakan-akan anda kembali hidup pada masa lampau anda. Bukankah demikian?

Dimanakah data tentang teman-teman anda itu tersimpan? Menurut para pakar, data-data itu tersimpan di otak kanan anda, atau yang diistilahkan oleh para ahli hipnoterapi otak bawah kesadaran.

Inilah yang dimanfaatkan oleh para hipnoterapi, mereka mengotak-atik kerja otak kanan dan kiri, serta berusaha memanfaatkan bebagai memori pahit atau manis yang pernah dialami oleh pasiennya. Yang demikian itu, karena sering kali penyakit yang menimpa seseorang disebabkan oleh trauma atau suatu persepsi tentang suatu hal yang kurang baik. Seorang praktisi hipnoterapi berusaha merubah peta pikiran pasiennya tentang kejadian yang menjadikanya trauma, atau menderita penyakit tersebut, atau mungkin juga berusaha memindahkan kerja otaknya dari yang sebelumnya terpusat pada otak kanan berpindah menjadi terpusat di otak kiri atau sebaliknya.

Sebagai contoh:
Bila anda menderita penyakit mag, mungkin saja anda menjadi takut untuk makan cabe, karena meyakini bahwa cabe dapat menyebabkan mag anda kambuh. Atau bila anda menderita hipertensi, mungkin anda takut untuk makan sate kambing, karena anda meyakini bahwa daging kambing dapat menjadikan darh tinggi anda kambuh dan berakibal fatal. Bukankah demikian?

Akan tetapi apa pendapat dan perasaan anda, andai mengetahui bahwa kandungan vitamin C pada cabe melebihi kandungan buah-buahan berwarna kuning? Dan diyakini bahwa vitamin C membantu meningkatkan ketahanan tubuh dari serangan penyakit. Sebagaimana kandungan kolesterol pada daging kambing adalah yang paling rendah bila dibanding dengan daging sapi, onta, kerbau, dan kuda? Akankah anda tetap menjauhi daging kambing dan tetap makan daging sapi?

Demikianlah kira-kira gambaran singkat serta contoh sederhana tentang kerja hipnoterapi.

Pada suatu hari, saya pernah bepergian bersama keluarga dengan mengendarai bus umum antar kota. Di tengah perjalanan putri pertama saya yang berumur 6,5 tahun mengeluhkan pusing, dan selanjutnya perut mual. Karena kota tujuan masih lumayan jauh, sayapun menjadi sedikit panik. Saya berusaha memijit punggung dan tengkuknya, menggoleskan minyak kayu putih ke tubuhnya dan meminumkan sedikit tolak angin sirup kepadanya. Hasilnya tetap nihil, tidak ada perubahan. Sayapun menjadi bertambah panik, khawatir anak saya mabok perjalanan sehingga muntah-mutah, tentu ini merepotkan sekali. Selang berapa saat saya teringat bahwa otak manusia terbagi menjadi dua; kanan dan kiri, dan kerjanya bersilang, otak kanan bertanggung jawab atas kerja tubuh bagian kiri, dan sebaliknya otak kiri bertanggung jawab atas kerja tubuh bagian kanan. Sebagaimana seperti dijelaskan di atas, bahwa otak kiri fokus kerjanya masalah logika, sedangkan kerja otak kanan berhubungan dengan perasaan dan seni.

Memanfaatkan penemuan moderen tentang kerja otak manusia, saya berusaha menghubungkan antara pusing anak putri saya dengan pola kerja otak manusia. Sayapun memerintahkan putri saya untuk menutup hidung kiri dengan jari tangan kiri pula, seterusnya saya memintanya untuk membuat hitung-hitungan, dari 30 mundur ke belakang; 30, 29, 28 dan seterusnya. Tentu hitung-hitungan mundur seperti ini cukup merepotkan anak kecil, sehingga memaksa kerja otaknya  berpindah dari otak bagian kanan yang sedang merasakan pusing, ke otak bagian kiri yang bertanggung jawab tentang logika untuk. Hasilnya, luar biasa berhitung mundur baru mencapai angka 18, ia berkata: sudah hilang pusingnya. Dan wajahnyapun kembali ceria dan berseri-seri. Mungkin pengalaman pribadi saya ini dapat menjadi contoh simpel lain dari cara kerja para ahli hipnotis moderen.

Akan tetapi karena ilmu ini adalah hasil penelitian orang dan hingga kini terus dikembangkan oleh masyarakat luas, masing-masing dengan caranya sendiri-sendiri. Terlebih-lebih pada tataran prakteknya ilmu ini sering dihubung-hubungkan dengan mitos, atau idiologi atau tradisi masyarakat setempat, sebagai sarana untuk masuk ke dalam pikiran bawah sadar (memori otak kanan) pasien, akibatnya banyak ditemukan perbedaan dan bahkan mungkin saja hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam, terlebih-lebih bila yang mengembangkan dan mempraktekkannya adalah orang kafir, atau orang yang tidak paham tentang prinsip-prinsip akidah agama Islam. Inilah yang menjadikan banyak ulama; mengharamkan ilmu ini. Kebanyakan ahli hipnoterapi tidak memahami akidah islam, sehingga pada prakteknya ia sering mengatakan atau melakukan hal-hal yang tidak selaras dengan  agama Islam, inilah yang menjadikan banyak ulama' sekarang mengharamkan hipnotis.

Terlebih-lebih dalam ilmu hipnotis dikenal apa yang disebut dengan filter atas setiap "saran" atau bisikan atau masukan yang sampai kepada pikiran anda. Dan filter ini beraneka ragam wujudnya, dimulai dari filter bahasa, ideologi, perasaan, tradisi, pola pikir dan lainnya. Mungkin saja pada tahapan ini seorang hipnoterapi dapat mengubah atau mempengaruhi ideologi anda, guna menuntut anda kepada keadaan yang ia inginkan.

Misalnya: Agar dapat masuk ke pikiran bawah sadar (atau otak kanan) anda mungkin saja seorang ahli hipnotis akan membisikkan kepada anda: bahwa malam jum'at kliwon adalah malam yang angker, dedemit bergentayangan, hantu yang penampilannya menyeramkan, bertaring besar, mata bersinar merah, berbulu lebat, berkuku tajam nan panjang, bersuara menggelegar, dan berbau busuk menyengat. Kata-kata ini sengaja ia gunakan guna membuka pintu pikiran bawah sadar anda. Bila mendengar gambaran hantu yang begitu menyeramkan ini anda berubah penampilan dan nampak ketakutan, berarti pintu pikiran bawah sadar anda telah terbuka lebar-lebar, selanjutnya ia dapat membisikkan berbagai "saran" atau kata-kata yang bertujuan mengendalikan pikiran dan syaraf dan tubuh anda.

Sebagai orang yang beriman, tentu anda akan berkata ahli hipnotis di atas berbau klenik atau syirik, maka andapun dapat menghukumi bahwa perbuatannya itu haram, atau syirik.

Akan tetapi bila ahli hipnotisnya adalah orang yang bertauhid, maka ia dengan mudah mengubah kata-kata di atas. Misalnya, coba anda bayangkan: malaikat pencabut nyawa sekarang ini telah berada di atas kepala anda, penampilannya menyeramkan, suaranya menggelegar bagaikan petir, dan di belakangnya telah berbaris para malaikat yang membawa kain dari neraka yang sangat kasar, berbau busuk menyengat. Selanjutnya malaikat maut menghardik anda: "Wahai jiwa yang buruk, keluarlah engkau menuju kepada kebencian dan kemurkaan Allah."

Tentu mendengar ucapan yang demikian, anda sebagai seorang mukmin, akan berkata: "Ini adalah ucapan yang benar dan tidak masalah, sehingga praktek hipnoterapi yang ia lakukanpun tidak ada yang perlu dipermasalahkan."

Permisalannya sama dengan ilmu Kung Fu, ada yang mengembangkannya sebatas kemahiran gerak tangan, kaki dan refleks, dan tidak jarang yang disertai dengan magic, sehingga hasil dan hukumnyapun berbeda. Inilah yang mendasari banyak ulama' dahulu mengharamkan Kung Fu, akan tetapi sekarang, seakan fatwa haram itu menjadi sirna bersama perkembangan pemahaman masyarakat tentang ilmu Kung Fu itu sendiri.

Saudaraku! Pembagian hipnoterapi atau hipnotis menjadi dua bagian ini mungkin sering kali hanya sebatas teori saja, karena mungkin saja di lapangan banyak dari ahli hipnotis menggunakan kedua-duanya, atau bahkan mencampurkan kedua jenis hipnotis di atas, klasik & moderen. Walau demikian, kita tidak boleh  menutup kemungkinan adanya sebagian dari mereka yang tidak mencampurkannya, dan hanya menggunakan jenis kedua yang benar-benar memanfatkan keja otak kanan dan otak kiri (otak sadar dan otak bawah sadar).

Oleh karena itu saya tidak dapat memberikan jawaban yang baku tentang hipnoterapi atau hipnotis atau hipnosis yang ada di masyarakat. Akan tetapi seyogyanya setiap kejadian dan setiap ahli hipnoterapi dikaji secara tersendiri, guna diberikan keputusan hukum yang selaras dengannya. Bila padanya terdapat hal-hal yang bertentangan dengan agama, maka yang kita larang sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Sebaliknya, bila bila tidak ada yang menyelisihi prinsip agama, maka tidak masalah.

Semoga jawaban singkat ini dapat sedikit menyingkap tabir tentang hukum praktek hipnoterapi yang mulai banyak diajarkan dan dipraktekkan di masyarakat. Wallahu a'alam bisshawab.

Di susun oleh: Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.

Selasa, 25 Januari 2011

KEBANGKITAN ISLAM

CIRI khusus kebangkitan Islam kontemporer adalah tidak sekadar bermodalkan semangat, ungkapan verbal, dan slogan, melainkan kebangkitan yang benar-benar didasarkan pada komitmen terhadap Islam dan adab-adabnya, bahkan sunnah-sunnahnya. Pujian perlu diberikan kepada para pemuda mukmin karena mereka telah menghidupkan kembali sunnah-sunnah dan adab-adab Islam di kalangan lapisan terpelajar dan orang-orang yang hanya sedikit mempunyai perhatian terhadap agama. Maka setelah sekian lama berada dalam kevakuman, muncullah di tengah masyarakat, orang-orang yang ditengarai oleh Allah SWT,
"Mereka adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadah, yang memuji (Allah), yang melawat, yang ruku, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat mungkar, dan yang memelihara hukum-hukum Allah... " (at-Taubah: 112).
Untuk mewujudkan misi suci ini, menjamurlah berbagai kelompok halaqah dan harakah di universitas-universitas. Dengan bersemangat mereka membangun masjid-masjid dan mengumandangkan azan. Bangkitlah jamaah pria maupun wanita untuk menyambut panggilan Islam. Meluaslah pemakaian jilbab, bahkan cadar, di kalangan akhwat (wanita muslim). Buku-buku dan berbagai literatur keislaman dipublikasikan secara luas. Generasi rabbani yang berkomitmen terhadap Islam tampil dengan ghirah membara. Gerakan inilah yang secara nyata merupakan fenomena paling besar dan strategis di Arab dan dunia Islam dewasa ini.
Faktor-faktor Kebangkitan yang Diingkari
Meskipun tidak diragukan bahwa kebangkitan Islam di kalangan para pemuda mempunyai kelebihan dan keseriusan, namun ada beberapa catatan (kritik membangun) yang perlu dikemukakan terhadap beberapa hal yang menjadi ciri gerakan ini, yaitu:
Kedangkalan studi Islam dan syariatnya.
Tidak mengakui kebenaran pendapat orang lain.
Sibuk mempersoalkan masalah-masalah kecil dan melupakan masalah-masalah besar.
Berdebat dengan pendekatan yang kasar.
Cenderung memberatkan diri dan mempersulit persoalan.
1. Kedangkalan Studi Islam dan Syariatnya
Mayoritas pemuda yang bergabung dalam kelompok-kelompok ini mempelajari Islam secara otodidak. Mereka berguru pada buku-buku tanpa pembimbing yang dapat mengarahkannya, menafsirkan masalah-masalah dan istilah-istilah kunci yang masih samar-samar, mengembalikan masalah-masalah cabang kepada akarnya, dan mengikat bagian-bagian ke induknya.
Padahal studi Islam tidak dapat dilakukan dengan jalan pintas, sebab tidak terlepas dari hal-hal yang rumit dan beresiko. Hal-hal ini tidak dapat diselesaikan kecuali melalui berbagai latihan dan ketekunan. Apalagi bagi mereka yang masih berada pada tahap awal dan berhadapan dengan bermacam-macam pemikiran serta menemui berbagai ketidakjelasan dalam studi.
Orang yang mencari ilmu dengan cara di atas, oleh para ulama salaf disebut kelompok shahafi (kutu teks). Mereka menganjurkan kepada kelompok ini agar mencari ilmu dari para ahlinya dan orang-orang yang berpengalaman dan matang dalam suatu disiplin keilmuan. Allah SWT berfirman,
"...dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui." (Fathir: 14)
Pada dasarnya, para pemuda ini tidak dapat menerima apa yang selama ini dilakukan oleh para ulama. Kelompok pemuda ini muncul pertama kali secara spesifik di Mesir ketika banyak ulama yang berkredibilitas tinggi di hati umat sedang dipenjara, melarikan diri, atau hidup di pengasingan. Para ikhwan muda tersebut sudah tidak percaya lagi terhadap mayoritas ulama formal. Mungkin saja hal ini disebabkan karena hubungan ulama dan penguasa terlalu dekat atau karena keberanian mereka berbicara tentang Islam tanpa dasar yang kokoh.
Sehingga mereka menganggap bahwa para ulama salaf yang telah tiada itu lebih dapat dipercaya daripada mayoritas ulama pada zamannya. Hal ini senada dengan pernyataan Ibnu Mas'ud ra.,
"Barangsiapa yang mengikuti jejak, maka kendaklah mengikuti jejak orang-orang yang telah tiada, karena orang yang masih hidup itu engkau tidak dapat mempercayainya."
2. Tidak Mengakui Kebenaran Pendapat Orang Lain
Kelemahan lain yang ada pada mereka adalah keterpakuan pada satu sudut pandang masalah dan tidak mengakui kebenaran pendapat orang lain dalam masalah ijtihadi yang bersifat zhanni (mempunyai lebih dari satu penafsiran --peny.). Sehingga dari masalah tertentu akan muncul berbagai pemahaman, ijtihad, dan penafsiran. Penafsiran-penafsiran tersebut ada yang cenderung tekstual d an ada yang kontekstual, ada yang berpatokan pada zahir nash dan ada pula yang menangkap ruhnya (maksudnya nash --peny.). Wajar jika dalam perjalanannya, fikih berkembang pesat dan terbagi menjadi tiga aliran, yaitu: ra'yu (rasionalis), atsar (ahlu-hadist), dan zahiriyah (tekstual). Penulis mengamati bahwa aliran-aliran ini hidup saling berdampingan, bertoleransi, dan bekerjasama. Hal ini dapat tercipta karena adanya pengertian dari para pengikutnya bahwa setiap mujtahid mempunyai sudut pandang tersendiri. Masing-masing mujtahid memperoleh dua pahala jika ijtihadnya benar dan satu pahala jika salah. Bila terjadi perbedaan pendapat di antara mereka terhadap suatu masalah, maka hal itu diekspresikan dalam bentuk dialog konstruktif, tidak sampai keluar dari etika ilmiah dalam bentuk mencela atau melukai perasaan mitra dialog.
Ada pakar ushul fiqih yang merasa tak cukup hanya mengatakan bahwa para mujtahid akan memperoleh pahala melainkan menambahkannya dengan pernyataan, "Bahkan setiap mujtahid adalah benar."
Kecenderungan mempersempit diri amat wajar terjadi pada kelompok-kelompok pemuda Islam ini. Mereka belum mengetahui berbagai pandangan lain yang terdapat dalam lapangan pemikiran Islam. Mungkin juga mereka telah memahami sebagian khazanah pemikiran yang ada, namun mereka belum mampu membuat studi komparasi karena maraji (kitab-kitab rujukan) atau para syekh yang mereka ikuti menampilkan satu pandangan (aliran) pemikiran saja. Apalagi diperparah dengan kebiasaan mereka yang menganggap pendapat lain itu salah dan sesat. Tentu saja sikap tersebut bertolak belakang dengan sikap para ulama salaf yang menyatakan, "Pendapatku mungkin benar, namun juga mengandung kesalahan, dan pendapat lain mungkin salah, namun juga mengandung kebenaran." Demikianlah ungkapan maksimal seorang mujtahid tentang pendapat yang dikeluarkan, meskipun ada ulama lain yang berpendapat tentang hal tersebut secara keras, karena hasil ijtihad dapat dinilai sahih jika dikemukakan oleh seorang ahli secara memadai.
Pada umumnya, argumen yang diajukan kelompok-kelompok pemuda Islam adalah bahwa pernyataan-pernyataan mereka selalu didasarkan pada nash, dan jika ditemukan nash terhadap suatu masalah, maka ijtihad menjadi batal. Pandangan itu tidak benar, sebab ijtihad mempunyai lapangannya sendiri, yaitu harus ada nash untuk ditafsirkan, diambil kesimpulan hukumnya, dan dianalisis perbandingannya dengan nash-nash yang lain. Banyak nash yang zahirnya membutuhkan takwil, nash-nash 'am (umum) yang mengandung takhshish (pengkhususan), nash-nash mutlaq yang mengandung taqyid (penjelas-pengikat), serta nash-nash yang kelihatan kontradiktif dengan nash-nash lain dan kaidah-kaidah hukum.
Semua ini dikehendaki oleh Allah SWT. Bila tidak, tentu Allah menjadikan seluruh nash dalam bentuk muhkamat, tidak mengandung perbedaan interpretasi dan peluang keragaman. Akan tetapi, Allah sengaja menjadikan sebagian nash muhkamat (jelas dan tegas) dan sebagian lagi mutasyabihat (samar-samar) atau qath'iyat (pasti) dan zhanniyat (interpretatif). Pada dasarnya, pendekatan ini memberikan peluang kepada para mujtahid untuk berpikir dan keleluasaan terhadap para mukallaf (orang yang telah dibebani kewajiban melaksanakan hukum).
Penulis ingin memberikan ilustrasi mengenai perbedaan pendapat di kalangan sahabat dan bagaimana Rasulullah saw. menyikapinya, yakni pada kasus shalat Asar yang dilakukan di Bani Quraizah. Sebagian mereka melakukan shalat di tengah perjalanan karena mempraktekkan maksud dari nash, sedangkan sebagian yang lain melakukannya setelah tiba di Bani Quraizah padahal waktu shalat telah habis. Kelompok kedua cenderung memahami nash secara harfiah (tekstual). Rasulullah saw. tidak berlaku keras terhadap kedua kelompok itu (dapat menerima perbedaan pandangan tersebut-peny.).
3. Sibuk dengan Masalah-masalah Sampingan dan Mengabaikan yang Pokok
Para pemuda aktivis terlampau menyibukkan diri pada masalah-masalah yang tidak prinsipil dan tidak memberikan perhatian yang memadai pada masalah-masalah besar yang berhubungan dengan eksistensi dan masa depan umat. Mereka mempersoalkan kembali masalah-masalah usang yang telah lama diperdebatkan. Misalnya: memelihara janggut, memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki, menggerak-gerakkan telunjuk dalam tasyahud, dan fotografi.
Padahal kita sedang menghadapi sekularisme yang meracuni umat, Marxisme, Zionisme, kristenisasi, dan berbagai gerakan baru yang menghunjam tubuh umat serta menembus seluruh kawasan Islam yang luas di Asia dan Afrika. Itulah bentuk serangan baru musuh-musuh Islam yang bertujuan menghapuskan kepribadian kaum muslimin dan mencabutnya dari jati diri Islam. Pada saat yang sama, umat Islam disembelih dan para penganjur agama ini diintimidasi agar meninggalkan kewajiban sucinya.
Anehnya, dalam kondisi demikian, penulis menyaksikan kaum muslimin yang bermigrasi ke Amerika, Kanada, dan Eropa untuk melanjutkan studi atau bekerja, membawa masalah masalah kecil yang telah penulis sebutkan.
Penulis sering melihat dan mendengar dampak perdebatan keras dan perpecahan di antara kelompok-kelompok umat Islam yang disebabkan oleh masalah-masalah kecil yang bersifat ijtihadiyah. Dampak negatif tersebut adalah kian menajam dan suburnya aliran-aliran dan pemikiran-pemikiran yang beraneka ragam sehingga tidak mungkin mempersatukan umat di atasnya.
Sebenarnya yang harus menjadi prioritas mereka adalah bersungguh-sungguh memelihara kemurnian akidah umat Islam, mendorong pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan syariat, dan menjauhkan umat dari dosa-dosa besar. Ini karena bila umat Islam berhasil memelihara akidah, melaksanakan kewajiban-kewajiban, dan menjauhi dosa-dosa besar, maka mereka dapat mewujudkan obsesi dan usaha-usaha yang agung.
Akan tetapi, sangat disayangkan, mereka malah menyukai perdebatan masalah-masalah yang tidak prinsipil dan mengabaikan kewajiban-kewajiban pokok, seperti berbuat baik terhadap orang tua, mencari nafkah yang halal, melaksanakan pekerjaan secara profesional, serta memelihara hak istri, anak, dan tetangga. Mereka tenggelam dalam perdebatan yang berkelanjutan hingga menjadi suatu kegemaran. Maka terjadilah permusuhan dan perselisihan di antara mereka.
Perdebatan semacam ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw.,
"Suatu kaum tidak tersesat setelah memperoleh petunjuk di mana mereka berada padanya, kecuali (jika) mereka melakukan perdebatan." (al-Hadist)
Hadist ini mengingatkan pada informasi yang penulis terima dari beberapa sahabat di Amerika mengenai seorang muslim yang amat keras menolak memakan daging sembelihan Ahli Kitab padahal sejumlah ulama dulu maupun sekarang menghalalkannya. Di lain sisi, ia tidak ambil pusing meminum minuman keras. Ia menyulitkan dirinya terhadap masalah ikhtilaf (yang dipertentangkan), tetapi ia melanggar hal yang jelas diharamkan.
Contoh lain adalah yang disampaikan oleh seorang sahabat besar bernama Abdullah bin Umar tentang seorang penduduk Irak yang amat berani mengerjakan dosa-dosa besar tetapi merasa tidak tenang dengan hal-hal yang remeh. Orang itu menanyakan kepada Ibnu Umar mengenai hukumnya terkena darah nyamuk. Anehnya, pertanyaan itu dilontarkan setelah peristiwa terbunuhnya Husein bin Ali ra.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad dari Ibnu Abi Na'im, "Seorang pria datang kepada Ibnu Umar dan kami sedang duduk, lalu beliau ditanya tentang hukumnya darah nyamuk." Menurut versi lain, orang itu bertanya tentang haramnya membunuh lalat. Lalu Ibnu Umar bertanya, "Dari siapa engkau mendengar pertanyaan ini?." Orang itu menjawab, "Dari penduduk Irak". "Begini," kata Ibnu Umar, "lihatlah kemari, ganjil rasanya, masalah darah nyamuk dipersoalkan, padahal mereka telah membunuh putera Rasulullah saw. (maksudnya Husein bin Ali ra., cucu Rasulullah saw. dari pernikahan Ali bin Abi Thalib ra. dan Fatimah az-Zahra ra.). Engkau telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Keduanya adalah bunga hatiku di dunia."
4. Berdialog (berdebat) dengan Cara yang Kasar
Kelemahan lain yang tak disukai dari kelompok-kelompok pemuda ini adalah cara mereka berdialog dengan orang atau kelompok lain yang berbeda pendapat. Ciri umum metode dakwah mereka dalam hal yang diyakini kebenarannya dan cita-cita yang tel ah digariskan, adalah dengan cara yang kasar dan keras.
Mereka menghadapi orang lain secara emosional dan tegang dan menolak cara dialog yang lebih baik terhadap orang yang menentang pendapatnya. Mereka tidak membedakan kawan bicara dari kalangan muda atau orang tua, tidak melihat apakah yang diajak berkomunikasi itu orang yang mempunyai kedudukan khusus seperti ayah-bunda atau orang lain, tidak membedakan antara orang yang banyak makan asam garam dunia dakwah dan jihad dengan mereka yang belum berpengalaman, dan tidak melihat tingkat pemahaman keislaman orang yang berdialog dengan mereka.
Cara kasar dan keras ini merupakan konsekuensi logis dari sikap tidak mau mengakui pendapat orang lain, kepicikan, dan su'uzhan (persangkaan negati). Padahal tujuan asal yang harus diingat adalah menciptakan kondisi keberislaman yang damai dan baik. Kelemahan ini juga merupakan akibat dari kondisi psikologis, sosial, politik, dan budaya yang menuntut respon berupa kebangkitan Islam (shahwah Islamiyah).
5. Cenderung Mempersulit Persoalan
Ciri lainnya adalah cenderung memperberat dan mempersulit persoalan, bersikukuh dalam pendirian dan sikap keberagamaan, berwawasan agama sempit, tidak meyukai keringanan (rukshah), menolak fatwa-fatwa ulama fikih yang memberikan keleluasaan praktek hukum, dan bahkan dalam batas-batas tertentu bersikap ekstrem dalam pemikiran dan perilakunya. Mereka lupa bahwa dasar penerapan hukum Islam adalah prinsip memudahkan dan menyenangkan.
Tidak puas dengan sikap kaku untuk diri sendiri, mereka bahkan menginginkan orang lain dan seluruh dunia sekalipun untuk mengikuti sikap ini.
Sikap keberagamaan ini muncul sebagai respon terhadap realitas umum yang cenderung menjauh dari agama, kediktatoran, kedurhakaan, modernisasi sekular, gaya hidup serba boleh (permissive), serta Komunisme dan Kapitalisme. Dapat dipahami jika realitas tersebut memicu lahirnya sikap keberagamaan yang radikal dan ekstrem.
Kebangkitan Harus Diarahkan, Bukan Dilawan
Bila demikian kondisi yang melingkupi gerakan pemuda Islam --yang meskipun begitu masih menampakkan sikap-sikap keberagamaan yang positif-- maka seyogianya para ulama dan pemikir mengarahkan gerakan kebangkitan ini dan meluruskan langkah-langkahnya, bukan malah menentangnya.
Arahan tersebut telah penulis upayakan sejak beberapa tahun ini dalam berbagai forum dan perkuliahan bersama mereka. Hal ini pulalah yang mendorong penulis untuk mengajukan sebuah artikel berjudul Fenomena Anarkis dalam Pengkafiran, fatwa penulis mengenai Seputar Shalat dalam Masjid-masjid Umat Islam, dan materi perkuliahan bertajuk Sikap Berlebihan dalam Realitas Umat Islam.
Penulis ingin menekankan dua hal kepada siapa pun yang mempunyai perhatian terhadap masalah pemuda, Islam, dan kebangkitannya.
Pertama, fenomena ini masih berada dalam kewajaran dan sehat. Indikatornya sangat jelas, yaitu adanya keinginan yang kuat untuk kembali kepada fitrah dan asal. Asal-muasal kita adalah Islam serta awal dan akhir kita tetap Islam. Fakta menunjukkan bahwa dalam kondisi apa pun dan dalam bentuk ujian bagaimanapun, mereka tetap konsisten dan berkomitmen kepada Islam.
Masyarakat kita telah berulang kali bereksperimen memecahkan problema yang dihadapinya dengan konsep-konsep Barat dan Timur, namun eksperimen itu tidak mampu merealisasikan cita-cita bangsa dalam mendidik individu dan memajukan masyarakat, tidak pula melahirkan manfaat bagi kehidupan beragama dan kemakmuran dunia, bahkan justeru menimbulkan berbagai bencana perpecahan yang bekas-bekasnya masih dapat kita saksikan sekarang.
Tidak diragukan lagi bahwa opini umum di seluruh kawasan masyarakat muslim mengarah kepada penyelesaian masalah besar ini sepenuhnya dengan Islam, yaitu dengan mengimplementasikan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Generasi muda telah mengambil peran dalam perjuangan tersebut dengan kekuatan dan kegigihan, maka mereka tidak mengenal lagi lembutnya politik dan politik moderat.
Kedua, pendekatan yang keras tidak boleh dihadapi dengan sikap keras pula. Ini karena sikap keras akan membuat mereka semakin keras dan permusuhan terhadap kelompok ini akan membuat mereka semakin menjauh. Jangan pula dipecahkan dengan cara yang dangkal dan sikap apriori, sebab tidak seorang pun mampu menggoyahkan keikhlasan hati mereka, ketulusan mereka terhadap Allah SWT, dan kejujuran mereka pada diri sendiri.
Solusi yang paling tepat adalah mengadakan pendekatan kepada mereka, memahami posisi dan pemikiran mereka sebaik-baiknya, bersangka baik (husnuzhzhan) terhadap niat dan tujuan mereka, berusaha menghilangkan jurang pemisah antara mereka dan masyarakat sekitarnya, menggalakkan dialog ilmiah bersama, mencegah perselisihan, dan mengadakan kesepakatan-kesepakatan dalam hal-hal yang diperselisihkan.    


Disusun oleh dokter Yusuf Qardhawi

Ancaman untuk orang yang meninggalkan sholat

Ancaman Dan Celaan Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat
Banyak diterangkan di dalam kitab-kitab hadits bahwa orang yang meninggalkan shalat akan mendapatkan siksa yang berat. Sebagai contoh, akan kami sebutkan beberapa hadits. Hal itu sudah cukup bagi orang yang memahami ucapan fasih yang disampaikan oleh seseorang yang pasti kebenaran kabarnya. Karena cinta dan kasih sayang Rasulullah saw. kepada umatnya, maka beliau telah berkali-kali mengingatkan umatnya agar mereka jangan melalaikan shalat. Namun sayang, kini kita sering mengabaikannya. Kita tidak merasa malu mengaku sebagai umat dan pengikut Rasulullah saw..
Hadits ke-1
Dari Jabir bin Abdullah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Pemisah antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (Hr. Ahmad dan Muslim). Dan beliau bersabda, “Pemisah antara seseorang dengan kekufuran dan syirik adalah meninggalkan shalat.” Dalam riwayat Abu Dawud dan Nasai disebutkan, “Tidak ada pemisah antara seorang hamba dengan kekufuran kecuali meninggalkan shalat.” Dalam riwayat Tirmidzi disebut-kan, “Pemisah antara kekufuran dengan keimanan adalah meninggalkan shalat.” Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan, “Pemisah antara seorang hamba dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (Hadits-hadits di atas disebutkan oleh al Mundziri dalam kitab At Targhib).
Masih banyak hadits lainnya yang mirip dengan hadits di atas. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Segeralah shalat pada hari yang mendung karena orang yang meninggalkan shalat menjadi kafir”, maksudnya adalah jangan sampai karena cuaca yang mendung membuat kita tidak mengetahui waktu shalat yang tepat sehingga membuat kita mengqadha shalat, karena mengqadha shalat digolongkan ke dalam orang yang meninggalkan shalat. Betapa kerasnya peringatan Rasulullah saw. ini. Rasulullah saw. memberikan hukuman kufur kepada orang yang meninggalkan shalat. Meskipun para ulama menggolongkan bahwa hukum kufur ini bagi orang yang mengingkari shalat, namun bagi mereka yang memperhatikan hadits Rasulullah tersebut, kemudian memikirkan dalam hatinya tentang ancaman beliau serta benar-benar merasa khawatir dengannya, maka hal itu sudah mencukupinya. Selain itu, sahabat-sahabat yang besar seperti Umar r.a., Abdullah bin Mas’ud r.a., Abdullah bin Abbas r.a., dan yang lainnya semuanya berpendapat seperti ini juga. Apabila meninggalkan shalat tanpa alasan yang benar, maka dia menjadi kafir. Demikian pula para ulama seperti, Ahmad bin Hambal rah.a., Ishaq bin Rahawih rah.a., Ibnu Mubarak rah.a., mereka berpendapat seperti itu juga. “Ya Allah, jagalah kami dari perbuatan seperti itu,”
Hadits ke-2
Dari Ubadah bin Shamit r.a. berkata bahwa kekasih saya Rasulullah saw. memberi saya wasiat dengan tujuh perkara bersabda, “Janganlah menyekutukan Allah walaupun kamu akan dicincang, dibakar atau disalib. Janganlah meninggalkan shalat dengan sengaja karena barangsiapa meninggalkannya dengan sengaja sungguh dia telah keluar dari agama; janganlah melakukan maksiat karena akan mendatangkan kemarahan Allah; janganlah meminum arak karena dia adalah pangkal segala kejahatan.”
Dalam hadits lain, Abu Darda r.a. juga meriwayatkan suatu hadits yang intinya sama dengan hadits di atas, katanya, “Kekasih saya Rasulullah saw. berawasiat kepada saya, ‘Janganlah menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun walaupun kamu akan dicincang atau dibakar hidup-hidup; jangan meninggalkan shalat dengan sengaja karena siapa saja yang meninggalkan shalat dengan sengaja maka Allah melepas tanggung jawab darinya; janganlah minum arak karena ia adalah kunci segala keburukan.”
Hadits ke-3
Dari Mu’adz bin Jabal r.a. berkata, “Rasulullah saw. telah berwasiat kepada saya dengan sepuluh perkara, sabda beliau, “1) janganlah menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun walaupun kamu akan dibunuh atau dibakar; 2) janganlah mendurhakai kedua orang tua walaupun mereka menyuruhmu untuk berpisah dengan seluruh keluarga dan hartamu; 3)janganlah meninggalkan shalat wajib dengan sengaja karena barang¬siapa meninggalkan shalat wajib dengan sengaja, maka dia akan terlepas dari pertanggungjawaban Allah; 4) janganlah minum arak karena ia adalah pangkal segala kekejian; 5) jauhilah maksiat karena sesungguhnya kemaksiatan itu menyebabkan kemarahan Allah; 6) janganlah lari dari medan perang walaupu seluruh  temanmu  telah  meninggal dunia;   7) tetaplah berada di tempat tinggalmu walaupun penyakit yang mematikan menimpa seluruh manusia; 8. berikan nafkah kepada keluargamu sesuai dengan kemampuanmu; 9) jangan tinggalkan tongkatmu dalam mendidik mereka; dan 10) jadikanlah mereka orangyang takut kepada Allah.”
Yang dimaksud dengan ‘jangan tinggalkan tongkatmu dalam mendidik mereka’ adalah jangan sampai kita tidak mempedulikan mereka, yaitu seorang ayah tidak memperingatkan atau memukul anaknya yang melakukan kesalahan. Padahal dalam menegakkan batasan-batasan syariat kadang-kadang mereka perlu dipukul karena tanpa pukulan maka peringatan tidak akan diperhatikan. Di zaman sekarang, karena kecintaan yang berlebihan, banyak orang tua yang tidak memperingatkan anak-anaknya sejak usia dini apabila mereka melakukan kesalahan. Ketika mereka telah terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan buruknya, barulah menangis cemas. Hal ini bukanlah kasih sayang terhadap anak, tetapi suatu permusuhan yang besar karena tidak melarang mereka dari perbuatan-perbuatan buruk juga akibat salah memahami bahwa memukul mereka bertentangan dengan kasih sayang. Orang bijak manakah yang suka bila seseorang berkata bahwa penyakit bisul kecil pada anak-anaknya yang semakin hari semakin besar tidak perlu dioperasi dengan alasan kasihan melihat mereka menangis bila dioperasi atau dibubuhi obat karena akan sakit atau perih, bahkan walaupun ratusan ribu anak-anak berlari menangis, maka serbuk obat itu harus dibubuhkan kepada luka tersebut. Banyak hadits Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa kita diperintahkan supaya menyuruh anak-anak kita melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan memukul mereka jika meninggalkannya setelah berusia sepuluh tahun.
Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Awasilah shalat anak-anak kalian dan biasakanlah mereka dengan perbuatan-perbuatan yang baik.” Luqman Al Hakim berkata, “Pukulan seorang ayah kepada anaknya ibarat air yang menyirami kebun.” Rasulullah saw. bersabda, “Peringatan seorang ayah terhadap anaknya adalah lebih baik daripada sedekah sebanyak satu sha.” Satu sha kurang lebih 3,5 kg. Sebuah hadits mengatakan bahwa Allah Swt. merahmati seseorang yang menyimpan tongkat (rotan) untuk memperingat-kan keluarganya. Hadits lain mengatakan, ‘Tidak ada pemberian seorang ayah kepada anak-anaknya yang lebih utama daripada pendidikan yang baik.” (al Jami’us Shaghir)
Hadits ke-4
Dari Naufal bin Mu’awiyah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan satu shalatnya, maka seolah-olah dia telah kehilangan keluarga dan hartanya. (HR. Ibnu Hibban).
Melalaikan shalat biasanya terjadi karena sibuk dengan urusan anak-anak atau karena terlalu berambisi mencari harta benda. Rasulullah saw. bersabda, “Melalaikan shalat dampaknya seperti kehilangan anak-anak dan seluruh harta benda sehingga tinggallah seorang diri di dalam rumah.” Maksudnya seberapa banyak kerugian dan kemalangan yang dialami seseorang akibat kehilangan seluruh harta dan keluarga maka seperti itulah kerugian dan kemalangan seseorang yang meninggalkan satu shalatnya. Begitu juga, sejauh mana kesedihan seseorang akibat kehilangan seluruh harta dan keluarganya maka seperti itu juga hendaknya merasa sedih karena meninggalkan satu shalatnya.
Apabila ada orang yang dipercaya dan diyakini kebenaran kata-katanya berkata kepada seseorang bahwa di jalan itu rawan perampokan dan orang yang melewati jalan itu pada malam hari pasti akan dibunuh dan diambil hartanya oleh perampok tersebut, maka siapakah orang yang berani melewati jalan itu? Jangankan di malam hari yang sangat menakutkan, di siang hari pun orang-orang akan takut melewatinya. Rasulullah saw. yang benar dan dapat dipercaya telah memberitahukan larangan dan perintah dengan sabda-sabda beliau bukan hanya dengan satu atau dua hadits, namun kita masih tetap mengabaikannya. Kita sebagai umat Isiam sering mengaku-aku pengikut Rasulullah saw. dan mengakui kebenaran sabda beliau, tetapi sesungguhnya pengakuan itu kita ucapkan dengan mulut dusta. Karena kenyataanya, kita sendiri yang tahu seberapa banyak sabda-sabda Rasulullah saw. yang berkesan di dalam had kita.
Hadits ke-5
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mengumpulkan dua shalat tanpa udzur, sungguh ia telah mendatangi satu pintu dari pintu-pintu dosa besar. (HR Hakim – At Targhib)
Ali r.a. Berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah menunda-nunda tiga perkara, yaitu: 1) shalat apabila telah datang waktunya; 2) jenazah apabila telah siap urxuk dikuburkan; 3) wanita yang belum nikah apabila pasangannya telah ditemukan.”
Banyak sekali orang yang menganggap dirinya ahli agama dan menganggap dirinya disiplin dalam shalat, padahal dengan alasan yang ringan saja, seperti perjalanan, toko, atau pulang kerja, dia mengqadha shalatnya dengan dikerjakan di rumah masing-masing. Melaksanakan shalat tidak pada waktunya tanpa alasan sakit dan sebagainya adalah suatu perbuatan dosa besar. Walaupun dosanya tidak seperti meninggalkan shalat, namun shalat tidak tepat waktu juga telah mendekati perbuatan dosa besar.
Hadits ke-6
Dari Abdullah bin Amr r.a., dari Rasulullah saw. bahwa pada suatu hari beliau bercerita mengenai shalat Beliau bersabda, “Barangsiapa menjaga shalatnya, maka shalat akan menjadi cahaya, pembela dan penyelamat baginya pada hari Kiamat; dan barangsiapa tidak menjaganya, maka tidak akan ada cahaya, pembela, dan penyelamat baginya. Serta pada hari Kiamat ia akan dikumpulkan bersama Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. (HR. Ibnu Hibban dan Thabrani)
Semua orang tahu siapa Fir’aun. Betapa kafirnya dia sehingga mengaku dirinya sebagai tuhan, Hamman adalah perdana menterinya, dan Ubay bin Khalaf adalah musuh besar Islam dari kaum musyrikin Makkah. Sebelum hijrah, Ubay bin Khalaf pernah berkata kepada Rasulullah saw, “Aku memelihara seekor kuda dan aku telah memberinya banyak makanan, dengan mengendarainya saya akan membunuhmu di kemudian hari.” (Na’udzubillahi min dzalik). Rasulullah saw. pun berkata kepadanya, “Insya Allah, saya yang akan membunuhmu.” Ketika terjadi perang Uhud, dia mencari-cari Rasulullah sambil berkata, “Apabila pada hari ini Muhammad lolos dariku, maka akulah yang akan celaka!” Kemudian dia menuju Rasulullah saw. untuk menyerang beliau. Para sahabat ingin melempar Ubay bin Khalaf dengan tombak dari jauh, tetapi Rasulullah saw. bersabda, “Biarkan dia mendekat.” Ketika dia telah mendekat, Rasulullah saw. mengambil sebilah tombak dari seorang sahabat lalu melemparkannya kepada Ubay bin Khalaf, sehingga lehernya tergores sedikit, akibat lemparan itu dia terjatuh dari kudanya. Dengan jatuh bangun, dia berlari menuju pasukannya sambil berteriak, “Demi Tuhan, Muhammad telah membunuhku.” Orang-orang kafir berusaha menenangkannya bahwa itu hanyalah sebuah goresan saja, tidak perlu dikhawatirkan. Namun dia berkata, “Muhammad pernah berkata, bahwa dia akan membunuhku.’ Demi Allah, seandainya dia hanya meludahiku saja, pasti aku akan mati.” Diceritakan bahwa suara teriakannya bagaikan teriakan lembu jantan. Abu Sufyan yang ketika itu sebagai panglima perang berkata dengan nada mempermalukan, “Dengan sedikit goresan saja engkau berteriak-teriak.” Ubay bin Khalaf berkata, “Apakah kamu tidak tahu siapa yang melempar aku? Ini adalah lemparan Muhammad. Saya sangat menderita. Demi Latta dan Uzza, jika penderitaanku ini dibagikan kepada seluruh penduduk Hijaz, niscaya mereka akan binasa. Muhammad pernah berkata kepadaku, ‘Aku akan membunuhmu.’ Ketika dia berkata begitu, aku yakin bahwa aku akan mati di tangannya dan tidak akan lolos darinya. Seandainya dia meludahiku sedikit saja setelah dia mengatakan demikian, maka pasti aku akan binasa.” Akhirnya Ubay bin Khalaf meninggal dunia sehari sebelum tiba di Makkah.
Peristiwa ini adalah pelajaran bagi kita. Seorang kafir yang kuat dan musuh besar Islam saja begitu yakin dengan perkataan Rasulullah saw., sehingga dia tidak merasa ragu sedikitpun tentang kematiannya di tangan Rasulullah saw.. Namun kita sebagai manusia yang mengimani kenabian dan kebenaran beliau, meyakini sabda-sabda beliau, mengaku cinta pada beliau, dan bangga dengan posisi kita sebagai umat beliau, berapa banyak sabda-sabda beliau yang kita amalkan? Juga hal-hal yang diberitakan oleh beliau seperti azab, berapa banyak yang kita takuti? Hal ini perlu diperhatikan dan direnungkan oleh setiap orang.
Dalam kitab Az Zawajir, Ibnu Hajar rah.a. telah menceritakan tentang Fir’aun, Qarun, dan lain-lain. Dia menuliskan bahwa orang yang melalaikan shalat akan dibangkitkan bersama Fir’aun, Qarun, dan Hamman. Alasannya adalah, karena adanya kesamaan alasan-alasan yang ada pada diri mereka. Jika seseorang meninggalkan shalat dengan alasan sibuk karena banyaknya harta benda, maka dia akan dibangkitkan bersama Qarun. Jika alasannya karena sibuk dalam pemerintahan dan kekuasaan, maka akan dibangkitkan bersama Fir’aun. Jika penyebabnya adalah jabatan, maka dia akan dibang-kitkan bersama Hamman. Dan jika seseorang meninggalkan shalat karena sibuk dengan perdagangan, maka dia akan dibangkitkan bersama Ubay bin Khalaf. Apabila kita dibangkitkan bersama-sama orang seperti itu, maka kita akan menerima berbagai macam azab seperti yang diterangkan oleh banyak hadits. Walaupun derajat keshahihan hadits-hadits itu telah banyak dibicarakan, namun tidak ada keraguan mengenainya bahwa azab Jahanam adalah azab yang paling pedih. Penting juga untuk diingat, bahwa pada suatu hari nanti disebabkan keimanannya, seseorang akan dikeluarkan dari neraka Jahanam. Dan mereka (Fir’aun dan yang seperti itu) akan tinggal di neraka Jahanam selama-lamanya. Namun sampai ia bisa keluar dari neraka Jahanam, berapa lama ia bermain dan bersenda gurau didalamnya? Tidak ada yang mengetahui berapa ribu tahun akan disiksa didalamnya.
Hadits 7



Sebagian ulama berkata seperti disebutkan dalam sebuah hadits “Barangsiapa menjaga shalatnya, maka Allah Swt. akan memuliakannya dengan lima perkara:
Allah Swt. akan mengangkat kesempitan hidup darinya.
Menyelamatkannya dari azab kubur.
Allah memberinya catatan dmal dari tangan kanan.
Dia akan melintasi shirat secepat kilat.
Dia akan masuk surga tanpa hisab.
Dan barangsiapa melalaikan shalatnya, maka Allah akan menyiksanya dengan 15 siksaan. Lima siksaan akan diberikan di dunia, tiga ketika mati, tiga di dalam kubur, dan tiga ketika keluar dari kubur. Lima azab yang akan ditimpakan di dunia, yaitu:
Akan dicabut keberkahan umurnya.
Ciri-ciri kesalehan akan dicabut dari wajahnya.
Setiap dmalan yang dilakukannya tidak akan diberikan pahala oleh Allah Swt.
Doanya tidak akan diangkat ke langit.
Tidak akan mendapat bagian dari doa orang-orang yang saleh.
Adapun musibah yang akan menimpanya ketika akan mati, yaitu:
Dia akan mati dalam keadaan hina.
Dia akan mati dalam keadaan lapar.
Dia akan mati dalam keadaan haus sehingga walaupun diberi air minum sepenuh lautan, tidak akan hilang rasa hausnya.
Adapun azab yang akan ditimpakan di alam kubur yaitu:
Kubur akan menyempit baginya sehingga tulang-tulang rusuknya saling bersilangan.
Akan dinyalakan api di dalam kuburnya sehingga dia akan diguling-gulingkan di atasnya siang dan malam.
Allah Swt. akan memasukkan ular ke dalam kuburnya yang bernama Syuja’ul Aqra, dan ular itu akan menguasainya. Kedua matanya terbuat dari api dan kukunya dari besi. Panjang setiap kukunya adalah sehari perjalanan. Dia akan berkata kepada si mayit, ‘Saya adalah Syuja’ul Aqra” Suaranya bagaikan petir yang menggelegar. Ia berkata lagi, ‘Rabb-ku telah memerintahkanku untuk memukulmu karena rnelalaikan shalat Shubuh sampai terbit matahari, dan memukulmu karena rnelalaikan shalat Zhuhur sampai Ashar, dan memukulmu karena rnelalaikan shalat Ashar sampai matahari tenggelam, dan memukulmu karena rnelalaikan shalat Maghrib sampai masuk waktu Isya, dan shalat Isya sampai masuk waktu Shubuh. Setiap kali ia memukulnya sebanyak satu kali pukulan, maka ia akan terbenam ke burnt sedalam 70 hasta. Dia akan senbantiasa disiksa sampai hari Kiamat.
Adapun musibah yang menimpanya ketika ia keluar dari kubur dan dibangkitkan pada hari Kiamat adalah:
Hisabnya sangat keras.
Allah akan marah padanya.
Masuk ke dalam neraka jahannam.
Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa pada wajahnya tertulis tiga baris tulisan yang berbunyi:
Wahai yang menyia-nyiakan hak Allah.
Wahai yang dikhususkan dengan kemarahan Allah.
Sebagaimana kamu telah menyia-nyiakan hak Allah di dunia, maka pada hari ini engkau akan berputus asa dari rahmat Allah.
Walaupun seluruh hadits ini tidak saya temukan di dalam kitab-kitab hadits yang umum, namun berbagai macam pahala dan azab yang dijelaskan di dalamnya banyak sekali dikuatkan oleh beberapa riwayat yang lain. Beberapa riwayat di antaranya telah disebutkan dan riwayat lain akan menyusul. Dalam hadits pertama disebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat berarti ia telah keluar dari Islam, betapa besar azabnya. Oleh karena itu penting untuk diketahui balasan-balasan bagi yang meninggalkan shalat, baik yang telah disebutkan maupun yang akan menyusul. Sekalipun telah ditetapkan azab atas perbuatan ini yang dianggap sebagai perbuatan dosa, tetapi Allah Swt. berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak mangampuni dosa syirik dan akan meng-ampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Dia kehendaki.”
Menurut ayat-ayat dan hadits-hadits di atas, apabila Allah Swt. berkenan memaafkan, maka itu adalah suatu keberuntungan. Dalam hadits-hadits dikatakan bahwa pada hari Kiamat akan ada tiga pengadilan, yaitu :
Pengadilan antara kufur dan  Islam, yang tidak ada pengampunan  di dalamnya.
Pengadilan mengenai hak-hak manusia. Dalam pengadilan ini orang-orang yang mengambil hak saudaranya di dunia, maka pasti haknya akan diambil oleh saudaranya sebagai pertanggungjawaban atau dia akan dimaafkan oleh orang yang diambil haknya.
Pengadilan mengenai hak-hak Allah. Dalam pengadilan ini pintu pengam¬punan terbuka luas. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa balasan-balasan atas perbuatan kita telah disebutkan dalam banyak hadits. Namun kemurahan-kemurahan Allah tidak berbatas untuk mengatasi semua itu.
Selain itu berbagai azab dan pahala juga disebutkan dalam hadits-hadits. Dalam hadits riwayat Imam Bukhari disebutkan bahwa kebiasaan Rasulullah saw. setelah shalat Shubuh adalah bertanya kepada para sahabatnya, mungkin seseorang di antara mereka ada yang bermimpi dalam tidurnya. Jika ada yang bermimpi maka ia akan menceritakannya dan beliau akan menerangkan arti mimpinya. Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya seperti biasanya, setelah itu beliau bersabda, “Aku melihat dalam mimpiku, dua orang datang dan membawaku bersama mereka.” Setelah itu Rasulullah saw. menceritakan tentang mimpinya yang panjang, di antaranya surga, neraka, dan berbagai azab yang sedang ditimpakan kepada orang-orang. Di antara mereka ada seseorang yang beliau lihat kepalanya sedang dipukul dengan batu, begitu kerasnya lemparan batu tersebut sehingga batu itu terpental dan terlempar jauh dari kepala itu. Tak lama kemudian diapun dibangkitkan kembali dengan kepala yang utuh seperti semula. Kemudian dia dipukul dengan sangat keras untuk kedua kalinya. Dan siksaan itu terus menerus terjadi pada dirinya. Rasulullah saw., bertanya kepada kedua temannya, “Siapakah orang-orang ini?” Mereka menjawab, “Dia adalah orang yang ‘dahulunya membaca al Qur’an tapi kemudian meninggalkannya dan tidur tanpa mengerjakan shalat fardhu.
Dalam hadits-hadits yang lain terdapat pula kisah-kisah seperti itu, di antaranya : Rasullulah saw. melihat segolongan orang yang disiksa seperti itu lalu bertanya kepada Jibril siapakah mereka, Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang malas mengerjakan shalat. (at Targhib)
Mujahid rah.a. berkata, “Barangsiapa yang memperhatikan waktu-waktu shalat maka dia akan mendapatkan keberkahan-keberkahan sebagaimana yang dinugerahkan kepada nabi Ibrahim a.s. dan anaknya.” (Durrul Mantsur)
Dari Anas r.a. berkata, “Barangsiapa yang meninggalkan dunia ini dalam keadaan beriman dengan ikhlas, mengerjakan shalat dan membayar zakat maka dia akan keluar dari dunia ini dalam keadaan Allah ridha kepadanya.”
Anas r.a. juga meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa Allah Swt. berfirman, “Aku ingin sekali menurunkan azab pada suatu tempat, tetapi ketika Aku melihat di sana ada orang-orang yang memakmurkan masjid, ada yang saling mencintai satu sama lain karena Allah, dan ada orang yang ber-istighfar di akhir malam, maka Aku tangguhkan azab-Ku.” (Durrul Mantsur)
Abu Darda r.a. mengirim surat kepada Salman yang di dalamnya tertulis, “Gunakanlah kebanyakan waktumu di dalam masjid.” Saya pernah men-dengar Rasulullah saw. bersabda, “Masjid adalah rumah orang-orang yang bertakwa dan Allah Swt. telah berjanji, ‘Barangsiapa yang banyak meng-gunakan waktunya di dalam masjid, maka Aku akan merahmatinya, Aku akan memberikan ketentraman kepadanya, Aku akan memberi kemudahan kepa-danya ketika melintas shirath pada hari Kiamat kelak, dan Aku akan ridha kepadanya.”
Abdullah bin Mas’ud r.a meriwayatkan dari Rasulullah saw., “Masjid adalah rumah Allah. Orang yang mendatangi rumah seseorang maka dia akan dihormati oleh pemiliknya, begitu pula orang yang mendatangani rumah Allah Swt. (masjid), maka pasti Allah Swt. akan menghormatinya.”
Abu Said al Khudri r.a meriwayatkan dari Rasulullah saw., “Barangsiapa mencintai masjid maka Allah akan mencintainya.”
Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah saw., “Apabila mayat telah dibaringkan di dalam kubur dan orang yang menyertai mayat tadi belum kembali ke rumahnya, maka pada saat itu malaikat datang untuk menanyai-nya. Apabila orang yang dikubur itu orang yang beriman, maka shalatnya akan berada dekat dengan kepalanya dan zakatnya berada di sebelah kanannya, puasa berada di sebelah kirinya dan berapa banyak amal baik yang ia kerjakan semuanya berada di samping kakinya dan mengelilingi mayat tadi, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat mendekatinya. -Malaikat pun akan bertanya kepadanya sambil berdiri jauh dari kepalanya.”
Seorang sahabat berkata, “Apabila keluarga Rasulullah saw. ditimpa kesempitan hidup maka Rasulullah menyuruh mereka melaksanakan shalat dan membaca ayat ini:
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersabarlah atasnya, kami tidak meminta rezeki darimu, Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu dan akibat yang baik adalah bagi orang yang bertakwa.” (Qs. Thaha ayat 132)
Asma r.a. berkata bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Pada hari Kiamat seluruh manusia akan dikumpulkan pada satu tempat dan suara yang diumumkan oleh malaikat pasti didengar oleh seluruh manusia. Pada waktu itu diumumkan, ‘Di manakah orang-orang yang selalu memuji Allah dalam setiap keadaan, baik ketika senang maupun susah?’ Mendengar seruan ini. maka satu rombongan manusia berdiri lalu masuk surga tanpa hisab.
Kemudian diumumkan lagi, ‘Di manakah orang-orang yang menghabiskan waktu malamnya sibuk dengan beribadah dan lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidurnya?’ Maka satu rombongan berdiri dan masuk surga tanpa hisab. Kemudian seruan berikutnya, ‘Di manakah orang-orang yang per-niagaan dan jual belinya tidak melalaikannya dari mengingat Allah?’ Maka satu rombongan berdiri dan masuk surga tanpa hisab.”
Kisah seperti ini diceritakan juga dalam hadits lain dengan penambahan bahwa nanti akan diumumkan, “Sekarang ini seluruh penduduk Mahsyar akan mengetahui siapakah orang yang paling mulia. Juga diumumkan, “Di manakah orang-orang yang kesibukan bisnisnya tidak melalaikan dia dari mengingat Allah dan mendirikan shalat.” (Durrul Mantsur)
Syeikh Nasir Samarqandi rah. a. juga menulis hadits ini dalam kitab Tanbiihul Ghaafilin dan dia menambahkan bahwa setelah ketiga golongan tadi semua masuk surga tanpa hisab, maka keluarlah dari neraka Jahanam seekor ular yang lehernya sangat panjang, kedua matanya menyala dan bisa berbicara dengan fasih, lalu ular itu menggiring manusia menuju ke depannya. Ular itu berkata, “Aku diperintahkan untuk menguasai setiap orang yang sombong dan buruk akhlaknya.” Maka dia mematuk orang-orang itu seba-gaimana binatang mematuk biji-bijian. Semuanya dipatuk dan dilemparkan ke dalam neraka Jahanam. Setelah itu dia keluar untuk yang kedua kalinya dan berkata, “Aku akan menguasai setiap orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya.” Maka orang-orang itupun dipatuk dan dibawa ke dalam neraka Jahanam secara beramai-ramai. Setelah itu dia muncul kembali dan mematuk orang-orang yang suka menggambar dan melukis (makhluk hidup) dan membawanya ke neraka Jahanam setelah ketiga golongan manusia ini dimasukan ke dalam neraka Jahanam barulah dimulai hisab bagi manusia lainnya.
Diriwayatkan pada zaman dahulu manusia dapat melihat syetan, seorang shahib berkata kepada syetan, “Beritahukan kepadaku bagaimana caranya agar aku bisa menjadi seperti kamu.” Syetan berkata, “Sampai hari ini aku tidak pernah mendapati orang yang bertanya seperti kamu, apa perlumu bertanya seperti itu.” Shahib itu berkata, “Hatiku ingin seperti itu.” Syetan menjawab, “Jika kamu ingin menjadi seperti aku, bermalas-malasanlah dalam shalat, janganlah takut dalam bersumpah, dan bersumpahlah baik bohong ataupun benar.” Shahib berkata, “Saya berjanji kepada Allah, bahwa saya sekali-kali tidak akan meninggalkan shalat dan saya sekali-kali tidak akan bersumpah.” Syetan berkata, ‘Tidak ada seorangpun yang begitu cerdik selain kamu, dan aku berjanji tidak akan pernah memberikan satu nasehatpun kepada seseorang.”
Ubay r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Berikanlah kabar gembira kepada umat ini mengenai ketinggian, kemuliaan dan kemenangan agama mereka. Tetapi bagi orang yang mengerjakan satu amal agama untuk dunia maka tidak ada bagian baginya di akherat nanti.” (At Targhib)
Diriwayatkan dalam satu hadits bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Aku pernah berjumpa dengan Allah dalam wajah yang paling indah, Dia berfirman kepadaku, *Wahai Muhammad, apakah yang sedang diperbantahkan oleh para malaikat?’ Aku menjawab, ‘Saya tidak tahu.’ Maka Allah Suit, meletakan tangan-Nya yang mulia di atas dadaku sehingga terasa sejuk sampai ke dadaku dan dengan sebab keberkahan-Nya itulah seluruh alam ini terbentang luas di hadapanku, kemudian Dia berfirman kepadaku, ‘Sekarang ceritakanlah yang sedang diperbantahkan oleh Malaikat?’ Aku berkata, ‘Mereka berbantah-bantahan mengenai perkara yang meninggikan derajat, perkara-perkara yang menyebabkan gugurnya dosa, mengenai pahala langkah setiap kaki yang menuju shalat berjamaah, mengenai keutamaan wudhu secara sempurna di waktu dingin, dan mengenai keutamaan duduk selepas shalat sambil menunggu shalat yang lain. Barangsiapa yang menjaga itu semua, maka dia akan menjalani kehidupannya dalam keadaan yang terbaik dan akan mati dalam keadaan yang terbaik pula.”
Dalam hadits Qudsi yang lain Allah Swt. berfirman, “Wahai anak Adam, kerjakanlah shalat empat rakaat di awal hari, niscaya Aku menyelesaikan seluruh urusanmu pada hari itu.”
Dalam kitab Tanbiihul Ghaafiliin terdapat sebuah hadits yang menye-butkan bahwa shalat adalah penyebab datangnya ridha Allah, amal yang dicintai para malaikat, sunnah para nabi, dengannya akan lahir cahaya ma’rifat dan doa akan dikabulkan, memberkahkan rezeki, shalat sebagai akar keimanan, menyehatkan badan, senjata melawan musuh, pembela bagi orang yang melaksanakannya, cahaya dalam kubur, sebagai penenang hati dari kecemasan dalam kubur, memudahkan menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir, naungan dari panasnya hari Kiamat, cahaya dalam kegelapan kubur, tameng dari api neraka Jahanam, yang memberatkan timbangan amal, mempercepat ketika melintas titian shirath, dan kunci surga.”
Ibnu Hajar rah.a. meriwayatkan dalam kitab al Munabbihat dari Utsman bin Affan, “Barangsiapa menjaga shalat dan memperhatikan waktu-waktunya dengan teratur, maka Allah Swt. akan memuliakannya dengan sembilan perkara: 1) Allah akan mencintainya; 2) Allah akan memberinya kesehatan; 3) Malaikat akan melindunginya; 4) memberikan keberkahan dalam rumahnya; 5) nampak cahaya kesalehan pada wajahnya; 6) Allah akan melembutkan hatinya; 7) akan melintasi titian shirath secepat kilat; 8. Allah akan menyelamatkannya dari neraka Jahanam; 9) tetangganya di akhirat kelak adalah orang-orang yang dikatakan dalam al Quran: ‘Tidak ada ketakutan bagi mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda, “Shalat adalah tiang agama dan mempunyai sepuluh kebaikan: 1) daya tarik pada wajah; 2) cahaya dalam hati; 3) sebagai sarana untuk menyegarkan dan menyehatkan badan; 4) penghibur dalam kubur; 5) sarana untuk menarik rahmat Allah; 6) kunci untuk membuka pintu langit; 7) memberatkan timbangan amal kebaikan;  jalan untuk memperoleh keridhaan Allah; 9) harga bagi surga; 10) pelindung dari api neraka.”
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mengerjakan shalat berarti menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkan shalat berarti meruntuhkan agama.” Dalam hadits lain disebutkan, “Rumah yang di dalamnya ditegakkan shalat, akan memancarkan cahaya. Karena itu sinarilah rumahmu dengan shalat (sunnah).” (Jami’usk’Shaghir)
Dalam sebuah hadits masyhur disebutkan bahwa Rasulullah saw. ber¬sabda, “Pada hari Kiamat nanti, tangan, kaki dan wajah orang-orang yang suka berwudhu dan sujud akan bercahaya, sehingga mereka akan mudah dikenali dari umat-umat yang lain.”
Dalam sebuah hadits diberitakan, bahwa apabila dari langit akan turun suatu bencana, maka bencana itu akan diangkat oleh dan dari orang-orang yang memakmurkan masjid. (Jami’ush Shaghir)
Tertulis juga dalam beberapa hadits lainnya, bahwa Allah Swt. meng-haramkan neraka untuk membakar anggota badan yang digunakan untuk sujud (apabila disebabkan oleh amal perbuatannya yang buruk dia masuk neraka, maka bagian yang digunakan untuk sujud tidak akan terbakar oleh api). Dalam hadits lain disebutkan bahwa shalat akan menghitamkan mulut syetan. Dan sedekah akan mematahkan tulang punggungnya. (Jami’ush Shaghir)
Dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda, “Shalat adalah obat bagi segala penyakit.” (Jami’ush Shaghir)
Dalam hadits lain disebutkan ada sebuah kisah yang berhubungan dengan hal itu. Suatu ketika Abu Hurairah r.a. menekan perutnya, kemudian Rasulullah saw. bertanya, “Apakah perutmu sakit?” “Ya” Jawab Abu Hurairah. Rasulullah saw. bersabda, “Bangunlah dan kerjakan shalat, karena shalat adalah obat bagi segala penyakit.” (Ibnu Katsir)
Suatu ketika Rasulullah saw. berpimpi melihat surga dan beliau men-dengar suara langkah terompah Bilal r.a. kemudian pada waktu Shubuh Rasulullah saw. bertanya kepada Bilal r.a., “Apakah amalan isitimewamu sehingga suara langkah terompahmu sudah terdengar di dalam surga?” Bilal r.a. menjawab, “Aku selalu berusaha memperbaharui wudhuku apabila batal pada siang ataupun malam hari, kemudian melaksanakan shalat Tahiyyatul Wudhu sebanyak yang aku mampu.” (al Fath)
Safiri rah.a. berkata, “Orang-orang yang meninggalkan shalat Shubuh, maka para malaikat akan memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang berdosa. Dan orang-orang yang meninggalkan shalat Zhuhur, maka akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang rugi. Dan orang yang meninggalkan shalat Ashar akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang bermaksiat. Dan yang meninggalkan shalat Maghrib, akan digolongkan ke dalam golongan orang yang kafir. Dan yang meninggalkan shalat Isya, maka akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang menyia-nyiakan hak Allah Swt.” (Ghaliyatul Mawa’izh)
Allamah Sya’rani rah.a. berkata, “Hal ini seharusnya kita pahami bahwa setiap musibah akan diangkat dari perkampungan yang penduduknya menjaga shalat. Begitu juga sebaliknya, musibah akan terus menimpa suatu tempat yang penduduknya melalaikan shalat. Misalnya gempa bumi, halilintar, rumah-rumah yang ditelan bumi, maka tidaklah heran jika hal itu terjadi karena mereka mengabaikan shalat. Dan dalam pikiran kita jangan merasa bahwa saya sudah melakukan shalat, saya tidak peduli terhadap orang lain. Apabila terjadi bencana, maka bencana itu akan menimpa seluruhnya. (Hal ini telah disebutkan di dalam hadits ketika Rasulullah saw. ditanya, “Apakah mereka akan ditimpa azab walaupun ada di antara mereka orang-orang yang saleh?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya, jika kemungkaran sudah merajalela.”
Oleh karena itu, tugas kita sekarang adalah sesuai dengan kemampuan kita, hendaknya berusaha untuk mengajak kepada kebenaran dan mencegah kemungkaran. (Lawaqihul Anwar).
Hadits ke-8
Rasulullah saw. bersabda, “barangsiapa meninggalkan shalat hingga terlewat waktunya, lalu ia mengqadhanya, maka ia akan ‘disiksa di dalam neraka selama satu huqub, satu huqub sama dengan 80 tahun, dan satu tahun terdiri dari 360 hari. Sedangkan ukuran satu hari (di akhirat) adalah 1.000 tahun (di dunia).” (Majalisul Abrar)
Di dalam lughat, huqub artinya waktu yang sangat panjang. Tetapi menurut kebanyakan hadits, bermakna seperti di atas, yaitu 80 tahun. Perhitungan demikian tertulis dalam kitab Darrul Mantsur. Ali r.a. pernah ditanya oleh Hilal Hijri r.a., “Berapa lamakah satu huqub itu?” Ali r.a. menjawab, “Satu huqub adalah 80 tahun, dan setahun adalah 12 bulan, dan setiap bulan adalah 30 hari, dan satu hari sama dengan 1.000 tahun hari di akhirat.” Abullah bin Mas’ud r.a. meriwayatkan dalam riwayat yang shahih bahwa satu huqub sama dengan 80 tahun. Abu Hurairah r.a. telah mendengar langsung dari Rasulullah saw. bahwa satu huqub sama dengan 80 tahun dan satu tahun sama dengan 360 hari dan satu hari di akhirat sama dengan 1.000 tahun perhitunganmu (di dunia). Kemudian Abdullah bin Umar r.a. berkata, “Kita jangan merasa cukup bahwa dengan iman yang kita miliki, pada akhir-nya kita akan diangkat dari neraka, yaitu bila akan diangkat dari neraka setelah 28.800.000 tahun. Dan apabila disebabkan oleh dosa lainnya, maka akan lebih lama lagi mendiami neraka. Selain itu, banyak hadits yang mene-rangkan tentang lama atau tidaknya tinggal di neraka. Akan tetapi lamanya satu huqub seperti yang disebutkan di dalam hadits di atas telah banyak disebutkan dalam beberapa hadits. Dan mungkin juga berkurang atau bertambahnya siksaan akan disesuaikan dengan orang tersebut.
Di dalam kitab Qurratul Uyun Abu Laits Samarqandi rah.a. menulis sebuah hadits, “Barangsiapa meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja walaupun satu shalat, maka namanya akan tertulis pada pintu neraka yang ia harus memasukinya.” Ibnu Abbas r.a. berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw. bersabda, “Katakanlah, Ta Allah, janganlah salah seorang dari kami dijadikan orang-orang yang sengsara.’ Kemudian Rasulullah saw. bertanya, Tahukah kamu siapakah orang yang sengsara itu?’ Para sahabar r.a. menjawab, ‘Orang yang sengsara adalah orang yang meninggalkan shalat. Dalam Islam mereka tidak akan mendapat bagian apapun.” Disebutkan dalam hadits lain bahwa barangsiapa meninggalkan shalat tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, maka pada hari Kiamat Allah Swt. tidak akan mempedulikannya, bahkan Allah Swt. akan menyiksanya dengan suatu azab yang sangat pedih.
Disebutkan dalam hadits lain, ada 10 orang yang akan disiksa dengan luar biasa, salah satunya adalah bagi orang yang meninggalkan shalat. Kedua tangannya akan dibelenggu, malaikat akan senantiasa memukul wajah dan punggungnya. Surga akan berkata kepadanya, “Engkau tidak akan mem-punyai hubungan apapun denganku. Dan aku tidak diperuntukkan kepada orang-orang seperti kamu.” Kemudian Jahannam akan berkata, “Mari, kemarilah, kamu adalah untukku dan aku untukmu.”
Dalam hadits inipun diriwayatkan di dalam neraka terdapat suatu lembah (hutan) yang bernama Lamlam. Di dalamnya ada seekor ular yang sangat besar, sebesar leher unta dan panjangnya seperti satu bulan perjalanan. Ular itu diciptakan untuk menyiksa orang-orang yang meninggalkan shalat. Di dalam hadits yang lain juga disebutkan bahwa di sana ada suatu padang yang bernama Jubul Huzn. Di sana ada rumah-rumah kalajengking, dan setiap kalajengking besarnya sama dengan keledai. Dan kalajengking itu diciptakan untuk menyiksa orang-orang yang meninggalkan shalat. Memang benar bahwa Allah Swt. dengan mudah dapat mengampuni dosa hamba-Nya, namun siapakah yang dapat menjamin bahwa Allah 5m;/. akan mengampuni kita?
Di dalamnya kitab Az Zawajir, Ibnu Hajar rah.a. menulis bahwa ada seorang wanita yang meninggal dunia, saudara laki-lakinya ikut serta dalam upacara penguburannya. Ketika mayat itu dikubur, sebuah kantong uang terjatuh dan masuk ke dalam liang kubur. Pada waktu itu ia tidak sadar, namun ketika ia telah pulang ke rumahnya, ia ingat bahwa kantong uangnya telah teijatuh, iapun merasa sedih. Akhirnya secara sembunyi-sembunyi ia menggali kubur tadi untuk mengambil kantong uang tersebut, tetapi ketika kuburan itu digalinya, tiba-tiba jilatan api keluar dari dalam kubur tersebut. Sambil menangis ia segera menemui ibunya, kemudian ia menceritakan kepada ibunya apa yang telah terjadi, dan ia bertanya, Mengapa terjadi demikian?” Ibunya menjawab, “Dia sering bermalas-malasan dalam menger-jakan shalat dan selalu mengqhada shalatnya.” Mudah-mudahan Allah meme-lihara kita dari perbuatan seperti itu.
Hadits ke-9
“Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang tidak mengerjakan shalat dan tidak ada shalat bagi orang yang tidak ada wudhu.” (Hr. Albazar)
Seseorang yang tidak mengerjakan shalat dan ia mengaku dirinya seorang muslim, bahkan dengan mengemukakan dalil bahwa dirinya seorang yang benar-benar muslim, maka sedikit berpikirlah tentang hadits Rasulullah ini. Mengenai hal ini Rasulullah saw. bersabda, “Hendaklah kamu perhatikan, bahwa kejayaan orang-orang terdahulu adalah karena mereka selalu berpegang teguh pada agamanya, sehingga dunia betfada di bawah telapak kaki mereka.”
Suatu ketika pernah mata Abdullah bin Abbas r.a. kemasukan benda, sehingga orang-orang berkata kepadanya, “Kamu bisa sembuh dengan syarat sementara waktu kamu harus meningalkan shalat.” Beliau berkata, ‘Tidak, hal itu tidak mungkin saya lakukan karena saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa meninggalkan shalat niscaya ia akan menjumpai Allah Swt. dalam keadaan dimurkai.” Mengenai hal ini hadits lain meriwayat-kan bahwa mereka menasehati beliau agar bersujud di atas kayu selama lima hari. Beliau berkata, “Satu rakaatpun saya tidak akan melakukannya seperti itu, aku akan bersabar menghabiskan sisa usiaku dalam keadaan buta.”
Bagi mereka tidak mudah untuk meninggalkan shalat sekalipun disebabkan oleh uzur yang membolehkan mereka meninggalkannya.
Pada akhir hayatnya Umar r.a. terkena tusukan pisau, beliau banyak mengeluarkan darah sehingga beliau sering jatuh pingsan, kemudian dalam keadaan pingsan beliau meninggal dunia. Tetapi pada waktu beliau sakit, apabila waktu shalat tiba, maka beliau segera mengerjakan shalat. Dalam keadaan bagaimanapun beliau mengerjakan shalat. Beliau berkata, “Sesungguhnya orang yang tidak mengerjakan shalat, maka ia tidak mendapat bagian apapun dalam Islam.”
Sekarang lihatlah diri kita, karena kita menganggap ada keringanan dan kemudahan dalam shalat, maka tidak perlu bersusah payah mengerjakan shalat, lebih baik kita membayar fidyah saja. Kita berangan-angan akan mendapatkan tingkat ibadah seperti orang-orang terdahulu dalam mengerjakannya, namun kita tidak memahami bagaimana teguhnya orang-orang terdahulu dalam memegang agama.
Ali r.a. meminta seorang hamba sahaya (pembantu) kepada Rasulullah saw. untuk membantunya dalam pekerjaan sehari-hari. Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga orang hamba sahaya padaku, ambillah menurut yang kamu sukai.” Ali r.a. berkata, ‘Terserah engkau ya Rasulullah, mana yang engkau sukai.” Kemudian beliau memilih salah seorang dan bersabda, “Ambillah dia karena dia seorang yang menjaga shalatnya. Janganlah kamu memukulnya karena kita dilarang memukul orang yang menjaga shalatnya.”
Kisah seperti di atas terjadi juga kepada seorang sahabat yang bernama Abul Haitsam. Dia juga meminta seorang hamba sahaya kepada Rasulullah saw. Akan tetapi kebalikan daripada semua ini adalah, ketika pekerja kita adalah orang yang menjaga shalatnya maka kita menyakiti dia dan karena kebodohan kita, kita menganggap bahwa shalat dia adalah kerugian bagi kita.
Suatu ketika Sufyan Atstsauri pernah mengalami bahwa dirinya telah dikuasai oleh keadaan (ghaabatul hat). Selama tujuh hari terus menerus dia tinggal di rumahnya tanpa makan, minum dan tidur. Setelah mengetahui kondisinya, gurunya bertanya, “Apakah waktu-waktu shalatnya terjaga (yakni dia terus menerus menjaga waktu shalatnya)?” Orang-orang menjawab, “Sesungguhnya waktu-waktu shalatnya betul-betul terjaga.” Gurunya berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak memberikan jalan kepada syetan untuk menguasainya.” (Bahjatun Nufus). ***