Selasa, 25 Januari 2011

KEBANGKITAN ISLAM

CIRI khusus kebangkitan Islam kontemporer adalah tidak sekadar bermodalkan semangat, ungkapan verbal, dan slogan, melainkan kebangkitan yang benar-benar didasarkan pada komitmen terhadap Islam dan adab-adabnya, bahkan sunnah-sunnahnya. Pujian perlu diberikan kepada para pemuda mukmin karena mereka telah menghidupkan kembali sunnah-sunnah dan adab-adab Islam di kalangan lapisan terpelajar dan orang-orang yang hanya sedikit mempunyai perhatian terhadap agama. Maka setelah sekian lama berada dalam kevakuman, muncullah di tengah masyarakat, orang-orang yang ditengarai oleh Allah SWT,
"Mereka adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadah, yang memuji (Allah), yang melawat, yang ruku, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat mungkar, dan yang memelihara hukum-hukum Allah... " (at-Taubah: 112).
Untuk mewujudkan misi suci ini, menjamurlah berbagai kelompok halaqah dan harakah di universitas-universitas. Dengan bersemangat mereka membangun masjid-masjid dan mengumandangkan azan. Bangkitlah jamaah pria maupun wanita untuk menyambut panggilan Islam. Meluaslah pemakaian jilbab, bahkan cadar, di kalangan akhwat (wanita muslim). Buku-buku dan berbagai literatur keislaman dipublikasikan secara luas. Generasi rabbani yang berkomitmen terhadap Islam tampil dengan ghirah membara. Gerakan inilah yang secara nyata merupakan fenomena paling besar dan strategis di Arab dan dunia Islam dewasa ini.
Faktor-faktor Kebangkitan yang Diingkari
Meskipun tidak diragukan bahwa kebangkitan Islam di kalangan para pemuda mempunyai kelebihan dan keseriusan, namun ada beberapa catatan (kritik membangun) yang perlu dikemukakan terhadap beberapa hal yang menjadi ciri gerakan ini, yaitu:
Kedangkalan studi Islam dan syariatnya.
Tidak mengakui kebenaran pendapat orang lain.
Sibuk mempersoalkan masalah-masalah kecil dan melupakan masalah-masalah besar.
Berdebat dengan pendekatan yang kasar.
Cenderung memberatkan diri dan mempersulit persoalan.
1. Kedangkalan Studi Islam dan Syariatnya
Mayoritas pemuda yang bergabung dalam kelompok-kelompok ini mempelajari Islam secara otodidak. Mereka berguru pada buku-buku tanpa pembimbing yang dapat mengarahkannya, menafsirkan masalah-masalah dan istilah-istilah kunci yang masih samar-samar, mengembalikan masalah-masalah cabang kepada akarnya, dan mengikat bagian-bagian ke induknya.
Padahal studi Islam tidak dapat dilakukan dengan jalan pintas, sebab tidak terlepas dari hal-hal yang rumit dan beresiko. Hal-hal ini tidak dapat diselesaikan kecuali melalui berbagai latihan dan ketekunan. Apalagi bagi mereka yang masih berada pada tahap awal dan berhadapan dengan bermacam-macam pemikiran serta menemui berbagai ketidakjelasan dalam studi.
Orang yang mencari ilmu dengan cara di atas, oleh para ulama salaf disebut kelompok shahafi (kutu teks). Mereka menganjurkan kepada kelompok ini agar mencari ilmu dari para ahlinya dan orang-orang yang berpengalaman dan matang dalam suatu disiplin keilmuan. Allah SWT berfirman,
"...dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui." (Fathir: 14)
Pada dasarnya, para pemuda ini tidak dapat menerima apa yang selama ini dilakukan oleh para ulama. Kelompok pemuda ini muncul pertama kali secara spesifik di Mesir ketika banyak ulama yang berkredibilitas tinggi di hati umat sedang dipenjara, melarikan diri, atau hidup di pengasingan. Para ikhwan muda tersebut sudah tidak percaya lagi terhadap mayoritas ulama formal. Mungkin saja hal ini disebabkan karena hubungan ulama dan penguasa terlalu dekat atau karena keberanian mereka berbicara tentang Islam tanpa dasar yang kokoh.
Sehingga mereka menganggap bahwa para ulama salaf yang telah tiada itu lebih dapat dipercaya daripada mayoritas ulama pada zamannya. Hal ini senada dengan pernyataan Ibnu Mas'ud ra.,
"Barangsiapa yang mengikuti jejak, maka kendaklah mengikuti jejak orang-orang yang telah tiada, karena orang yang masih hidup itu engkau tidak dapat mempercayainya."
2. Tidak Mengakui Kebenaran Pendapat Orang Lain
Kelemahan lain yang ada pada mereka adalah keterpakuan pada satu sudut pandang masalah dan tidak mengakui kebenaran pendapat orang lain dalam masalah ijtihadi yang bersifat zhanni (mempunyai lebih dari satu penafsiran --peny.). Sehingga dari masalah tertentu akan muncul berbagai pemahaman, ijtihad, dan penafsiran. Penafsiran-penafsiran tersebut ada yang cenderung tekstual d an ada yang kontekstual, ada yang berpatokan pada zahir nash dan ada pula yang menangkap ruhnya (maksudnya nash --peny.). Wajar jika dalam perjalanannya, fikih berkembang pesat dan terbagi menjadi tiga aliran, yaitu: ra'yu (rasionalis), atsar (ahlu-hadist), dan zahiriyah (tekstual). Penulis mengamati bahwa aliran-aliran ini hidup saling berdampingan, bertoleransi, dan bekerjasama. Hal ini dapat tercipta karena adanya pengertian dari para pengikutnya bahwa setiap mujtahid mempunyai sudut pandang tersendiri. Masing-masing mujtahid memperoleh dua pahala jika ijtihadnya benar dan satu pahala jika salah. Bila terjadi perbedaan pendapat di antara mereka terhadap suatu masalah, maka hal itu diekspresikan dalam bentuk dialog konstruktif, tidak sampai keluar dari etika ilmiah dalam bentuk mencela atau melukai perasaan mitra dialog.
Ada pakar ushul fiqih yang merasa tak cukup hanya mengatakan bahwa para mujtahid akan memperoleh pahala melainkan menambahkannya dengan pernyataan, "Bahkan setiap mujtahid adalah benar."
Kecenderungan mempersempit diri amat wajar terjadi pada kelompok-kelompok pemuda Islam ini. Mereka belum mengetahui berbagai pandangan lain yang terdapat dalam lapangan pemikiran Islam. Mungkin juga mereka telah memahami sebagian khazanah pemikiran yang ada, namun mereka belum mampu membuat studi komparasi karena maraji (kitab-kitab rujukan) atau para syekh yang mereka ikuti menampilkan satu pandangan (aliran) pemikiran saja. Apalagi diperparah dengan kebiasaan mereka yang menganggap pendapat lain itu salah dan sesat. Tentu saja sikap tersebut bertolak belakang dengan sikap para ulama salaf yang menyatakan, "Pendapatku mungkin benar, namun juga mengandung kesalahan, dan pendapat lain mungkin salah, namun juga mengandung kebenaran." Demikianlah ungkapan maksimal seorang mujtahid tentang pendapat yang dikeluarkan, meskipun ada ulama lain yang berpendapat tentang hal tersebut secara keras, karena hasil ijtihad dapat dinilai sahih jika dikemukakan oleh seorang ahli secara memadai.
Pada umumnya, argumen yang diajukan kelompok-kelompok pemuda Islam adalah bahwa pernyataan-pernyataan mereka selalu didasarkan pada nash, dan jika ditemukan nash terhadap suatu masalah, maka ijtihad menjadi batal. Pandangan itu tidak benar, sebab ijtihad mempunyai lapangannya sendiri, yaitu harus ada nash untuk ditafsirkan, diambil kesimpulan hukumnya, dan dianalisis perbandingannya dengan nash-nash yang lain. Banyak nash yang zahirnya membutuhkan takwil, nash-nash 'am (umum) yang mengandung takhshish (pengkhususan), nash-nash mutlaq yang mengandung taqyid (penjelas-pengikat), serta nash-nash yang kelihatan kontradiktif dengan nash-nash lain dan kaidah-kaidah hukum.
Semua ini dikehendaki oleh Allah SWT. Bila tidak, tentu Allah menjadikan seluruh nash dalam bentuk muhkamat, tidak mengandung perbedaan interpretasi dan peluang keragaman. Akan tetapi, Allah sengaja menjadikan sebagian nash muhkamat (jelas dan tegas) dan sebagian lagi mutasyabihat (samar-samar) atau qath'iyat (pasti) dan zhanniyat (interpretatif). Pada dasarnya, pendekatan ini memberikan peluang kepada para mujtahid untuk berpikir dan keleluasaan terhadap para mukallaf (orang yang telah dibebani kewajiban melaksanakan hukum).
Penulis ingin memberikan ilustrasi mengenai perbedaan pendapat di kalangan sahabat dan bagaimana Rasulullah saw. menyikapinya, yakni pada kasus shalat Asar yang dilakukan di Bani Quraizah. Sebagian mereka melakukan shalat di tengah perjalanan karena mempraktekkan maksud dari nash, sedangkan sebagian yang lain melakukannya setelah tiba di Bani Quraizah padahal waktu shalat telah habis. Kelompok kedua cenderung memahami nash secara harfiah (tekstual). Rasulullah saw. tidak berlaku keras terhadap kedua kelompok itu (dapat menerima perbedaan pandangan tersebut-peny.).
3. Sibuk dengan Masalah-masalah Sampingan dan Mengabaikan yang Pokok
Para pemuda aktivis terlampau menyibukkan diri pada masalah-masalah yang tidak prinsipil dan tidak memberikan perhatian yang memadai pada masalah-masalah besar yang berhubungan dengan eksistensi dan masa depan umat. Mereka mempersoalkan kembali masalah-masalah usang yang telah lama diperdebatkan. Misalnya: memelihara janggut, memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki, menggerak-gerakkan telunjuk dalam tasyahud, dan fotografi.
Padahal kita sedang menghadapi sekularisme yang meracuni umat, Marxisme, Zionisme, kristenisasi, dan berbagai gerakan baru yang menghunjam tubuh umat serta menembus seluruh kawasan Islam yang luas di Asia dan Afrika. Itulah bentuk serangan baru musuh-musuh Islam yang bertujuan menghapuskan kepribadian kaum muslimin dan mencabutnya dari jati diri Islam. Pada saat yang sama, umat Islam disembelih dan para penganjur agama ini diintimidasi agar meninggalkan kewajiban sucinya.
Anehnya, dalam kondisi demikian, penulis menyaksikan kaum muslimin yang bermigrasi ke Amerika, Kanada, dan Eropa untuk melanjutkan studi atau bekerja, membawa masalah masalah kecil yang telah penulis sebutkan.
Penulis sering melihat dan mendengar dampak perdebatan keras dan perpecahan di antara kelompok-kelompok umat Islam yang disebabkan oleh masalah-masalah kecil yang bersifat ijtihadiyah. Dampak negatif tersebut adalah kian menajam dan suburnya aliran-aliran dan pemikiran-pemikiran yang beraneka ragam sehingga tidak mungkin mempersatukan umat di atasnya.
Sebenarnya yang harus menjadi prioritas mereka adalah bersungguh-sungguh memelihara kemurnian akidah umat Islam, mendorong pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan syariat, dan menjauhkan umat dari dosa-dosa besar. Ini karena bila umat Islam berhasil memelihara akidah, melaksanakan kewajiban-kewajiban, dan menjauhi dosa-dosa besar, maka mereka dapat mewujudkan obsesi dan usaha-usaha yang agung.
Akan tetapi, sangat disayangkan, mereka malah menyukai perdebatan masalah-masalah yang tidak prinsipil dan mengabaikan kewajiban-kewajiban pokok, seperti berbuat baik terhadap orang tua, mencari nafkah yang halal, melaksanakan pekerjaan secara profesional, serta memelihara hak istri, anak, dan tetangga. Mereka tenggelam dalam perdebatan yang berkelanjutan hingga menjadi suatu kegemaran. Maka terjadilah permusuhan dan perselisihan di antara mereka.
Perdebatan semacam ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw.,
"Suatu kaum tidak tersesat setelah memperoleh petunjuk di mana mereka berada padanya, kecuali (jika) mereka melakukan perdebatan." (al-Hadist)
Hadist ini mengingatkan pada informasi yang penulis terima dari beberapa sahabat di Amerika mengenai seorang muslim yang amat keras menolak memakan daging sembelihan Ahli Kitab padahal sejumlah ulama dulu maupun sekarang menghalalkannya. Di lain sisi, ia tidak ambil pusing meminum minuman keras. Ia menyulitkan dirinya terhadap masalah ikhtilaf (yang dipertentangkan), tetapi ia melanggar hal yang jelas diharamkan.
Contoh lain adalah yang disampaikan oleh seorang sahabat besar bernama Abdullah bin Umar tentang seorang penduduk Irak yang amat berani mengerjakan dosa-dosa besar tetapi merasa tidak tenang dengan hal-hal yang remeh. Orang itu menanyakan kepada Ibnu Umar mengenai hukumnya terkena darah nyamuk. Anehnya, pertanyaan itu dilontarkan setelah peristiwa terbunuhnya Husein bin Ali ra.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad dari Ibnu Abi Na'im, "Seorang pria datang kepada Ibnu Umar dan kami sedang duduk, lalu beliau ditanya tentang hukumnya darah nyamuk." Menurut versi lain, orang itu bertanya tentang haramnya membunuh lalat. Lalu Ibnu Umar bertanya, "Dari siapa engkau mendengar pertanyaan ini?." Orang itu menjawab, "Dari penduduk Irak". "Begini," kata Ibnu Umar, "lihatlah kemari, ganjil rasanya, masalah darah nyamuk dipersoalkan, padahal mereka telah membunuh putera Rasulullah saw. (maksudnya Husein bin Ali ra., cucu Rasulullah saw. dari pernikahan Ali bin Abi Thalib ra. dan Fatimah az-Zahra ra.). Engkau telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Keduanya adalah bunga hatiku di dunia."
4. Berdialog (berdebat) dengan Cara yang Kasar
Kelemahan lain yang tak disukai dari kelompok-kelompok pemuda ini adalah cara mereka berdialog dengan orang atau kelompok lain yang berbeda pendapat. Ciri umum metode dakwah mereka dalam hal yang diyakini kebenarannya dan cita-cita yang tel ah digariskan, adalah dengan cara yang kasar dan keras.
Mereka menghadapi orang lain secara emosional dan tegang dan menolak cara dialog yang lebih baik terhadap orang yang menentang pendapatnya. Mereka tidak membedakan kawan bicara dari kalangan muda atau orang tua, tidak melihat apakah yang diajak berkomunikasi itu orang yang mempunyai kedudukan khusus seperti ayah-bunda atau orang lain, tidak membedakan antara orang yang banyak makan asam garam dunia dakwah dan jihad dengan mereka yang belum berpengalaman, dan tidak melihat tingkat pemahaman keislaman orang yang berdialog dengan mereka.
Cara kasar dan keras ini merupakan konsekuensi logis dari sikap tidak mau mengakui pendapat orang lain, kepicikan, dan su'uzhan (persangkaan negati). Padahal tujuan asal yang harus diingat adalah menciptakan kondisi keberislaman yang damai dan baik. Kelemahan ini juga merupakan akibat dari kondisi psikologis, sosial, politik, dan budaya yang menuntut respon berupa kebangkitan Islam (shahwah Islamiyah).
5. Cenderung Mempersulit Persoalan
Ciri lainnya adalah cenderung memperberat dan mempersulit persoalan, bersikukuh dalam pendirian dan sikap keberagamaan, berwawasan agama sempit, tidak meyukai keringanan (rukshah), menolak fatwa-fatwa ulama fikih yang memberikan keleluasaan praktek hukum, dan bahkan dalam batas-batas tertentu bersikap ekstrem dalam pemikiran dan perilakunya. Mereka lupa bahwa dasar penerapan hukum Islam adalah prinsip memudahkan dan menyenangkan.
Tidak puas dengan sikap kaku untuk diri sendiri, mereka bahkan menginginkan orang lain dan seluruh dunia sekalipun untuk mengikuti sikap ini.
Sikap keberagamaan ini muncul sebagai respon terhadap realitas umum yang cenderung menjauh dari agama, kediktatoran, kedurhakaan, modernisasi sekular, gaya hidup serba boleh (permissive), serta Komunisme dan Kapitalisme. Dapat dipahami jika realitas tersebut memicu lahirnya sikap keberagamaan yang radikal dan ekstrem.
Kebangkitan Harus Diarahkan, Bukan Dilawan
Bila demikian kondisi yang melingkupi gerakan pemuda Islam --yang meskipun begitu masih menampakkan sikap-sikap keberagamaan yang positif-- maka seyogianya para ulama dan pemikir mengarahkan gerakan kebangkitan ini dan meluruskan langkah-langkahnya, bukan malah menentangnya.
Arahan tersebut telah penulis upayakan sejak beberapa tahun ini dalam berbagai forum dan perkuliahan bersama mereka. Hal ini pulalah yang mendorong penulis untuk mengajukan sebuah artikel berjudul Fenomena Anarkis dalam Pengkafiran, fatwa penulis mengenai Seputar Shalat dalam Masjid-masjid Umat Islam, dan materi perkuliahan bertajuk Sikap Berlebihan dalam Realitas Umat Islam.
Penulis ingin menekankan dua hal kepada siapa pun yang mempunyai perhatian terhadap masalah pemuda, Islam, dan kebangkitannya.
Pertama, fenomena ini masih berada dalam kewajaran dan sehat. Indikatornya sangat jelas, yaitu adanya keinginan yang kuat untuk kembali kepada fitrah dan asal. Asal-muasal kita adalah Islam serta awal dan akhir kita tetap Islam. Fakta menunjukkan bahwa dalam kondisi apa pun dan dalam bentuk ujian bagaimanapun, mereka tetap konsisten dan berkomitmen kepada Islam.
Masyarakat kita telah berulang kali bereksperimen memecahkan problema yang dihadapinya dengan konsep-konsep Barat dan Timur, namun eksperimen itu tidak mampu merealisasikan cita-cita bangsa dalam mendidik individu dan memajukan masyarakat, tidak pula melahirkan manfaat bagi kehidupan beragama dan kemakmuran dunia, bahkan justeru menimbulkan berbagai bencana perpecahan yang bekas-bekasnya masih dapat kita saksikan sekarang.
Tidak diragukan lagi bahwa opini umum di seluruh kawasan masyarakat muslim mengarah kepada penyelesaian masalah besar ini sepenuhnya dengan Islam, yaitu dengan mengimplementasikan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Generasi muda telah mengambil peran dalam perjuangan tersebut dengan kekuatan dan kegigihan, maka mereka tidak mengenal lagi lembutnya politik dan politik moderat.
Kedua, pendekatan yang keras tidak boleh dihadapi dengan sikap keras pula. Ini karena sikap keras akan membuat mereka semakin keras dan permusuhan terhadap kelompok ini akan membuat mereka semakin menjauh. Jangan pula dipecahkan dengan cara yang dangkal dan sikap apriori, sebab tidak seorang pun mampu menggoyahkan keikhlasan hati mereka, ketulusan mereka terhadap Allah SWT, dan kejujuran mereka pada diri sendiri.
Solusi yang paling tepat adalah mengadakan pendekatan kepada mereka, memahami posisi dan pemikiran mereka sebaik-baiknya, bersangka baik (husnuzhzhan) terhadap niat dan tujuan mereka, berusaha menghilangkan jurang pemisah antara mereka dan masyarakat sekitarnya, menggalakkan dialog ilmiah bersama, mencegah perselisihan, dan mengadakan kesepakatan-kesepakatan dalam hal-hal yang diperselisihkan.    


Disusun oleh dokter Yusuf Qardhawi

Ancaman untuk orang yang meninggalkan sholat

Ancaman Dan Celaan Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat
Banyak diterangkan di dalam kitab-kitab hadits bahwa orang yang meninggalkan shalat akan mendapatkan siksa yang berat. Sebagai contoh, akan kami sebutkan beberapa hadits. Hal itu sudah cukup bagi orang yang memahami ucapan fasih yang disampaikan oleh seseorang yang pasti kebenaran kabarnya. Karena cinta dan kasih sayang Rasulullah saw. kepada umatnya, maka beliau telah berkali-kali mengingatkan umatnya agar mereka jangan melalaikan shalat. Namun sayang, kini kita sering mengabaikannya. Kita tidak merasa malu mengaku sebagai umat dan pengikut Rasulullah saw..
Hadits ke-1
Dari Jabir bin Abdullah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Pemisah antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (Hr. Ahmad dan Muslim). Dan beliau bersabda, “Pemisah antara seseorang dengan kekufuran dan syirik adalah meninggalkan shalat.” Dalam riwayat Abu Dawud dan Nasai disebutkan, “Tidak ada pemisah antara seorang hamba dengan kekufuran kecuali meninggalkan shalat.” Dalam riwayat Tirmidzi disebut-kan, “Pemisah antara kekufuran dengan keimanan adalah meninggalkan shalat.” Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan, “Pemisah antara seorang hamba dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (Hadits-hadits di atas disebutkan oleh al Mundziri dalam kitab At Targhib).
Masih banyak hadits lainnya yang mirip dengan hadits di atas. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Segeralah shalat pada hari yang mendung karena orang yang meninggalkan shalat menjadi kafir”, maksudnya adalah jangan sampai karena cuaca yang mendung membuat kita tidak mengetahui waktu shalat yang tepat sehingga membuat kita mengqadha shalat, karena mengqadha shalat digolongkan ke dalam orang yang meninggalkan shalat. Betapa kerasnya peringatan Rasulullah saw. ini. Rasulullah saw. memberikan hukuman kufur kepada orang yang meninggalkan shalat. Meskipun para ulama menggolongkan bahwa hukum kufur ini bagi orang yang mengingkari shalat, namun bagi mereka yang memperhatikan hadits Rasulullah tersebut, kemudian memikirkan dalam hatinya tentang ancaman beliau serta benar-benar merasa khawatir dengannya, maka hal itu sudah mencukupinya. Selain itu, sahabat-sahabat yang besar seperti Umar r.a., Abdullah bin Mas’ud r.a., Abdullah bin Abbas r.a., dan yang lainnya semuanya berpendapat seperti ini juga. Apabila meninggalkan shalat tanpa alasan yang benar, maka dia menjadi kafir. Demikian pula para ulama seperti, Ahmad bin Hambal rah.a., Ishaq bin Rahawih rah.a., Ibnu Mubarak rah.a., mereka berpendapat seperti itu juga. “Ya Allah, jagalah kami dari perbuatan seperti itu,”
Hadits ke-2
Dari Ubadah bin Shamit r.a. berkata bahwa kekasih saya Rasulullah saw. memberi saya wasiat dengan tujuh perkara bersabda, “Janganlah menyekutukan Allah walaupun kamu akan dicincang, dibakar atau disalib. Janganlah meninggalkan shalat dengan sengaja karena barangsiapa meninggalkannya dengan sengaja sungguh dia telah keluar dari agama; janganlah melakukan maksiat karena akan mendatangkan kemarahan Allah; janganlah meminum arak karena dia adalah pangkal segala kejahatan.”
Dalam hadits lain, Abu Darda r.a. juga meriwayatkan suatu hadits yang intinya sama dengan hadits di atas, katanya, “Kekasih saya Rasulullah saw. berawasiat kepada saya, ‘Janganlah menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun walaupun kamu akan dicincang atau dibakar hidup-hidup; jangan meninggalkan shalat dengan sengaja karena siapa saja yang meninggalkan shalat dengan sengaja maka Allah melepas tanggung jawab darinya; janganlah minum arak karena ia adalah kunci segala keburukan.”
Hadits ke-3
Dari Mu’adz bin Jabal r.a. berkata, “Rasulullah saw. telah berwasiat kepada saya dengan sepuluh perkara, sabda beliau, “1) janganlah menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun walaupun kamu akan dibunuh atau dibakar; 2) janganlah mendurhakai kedua orang tua walaupun mereka menyuruhmu untuk berpisah dengan seluruh keluarga dan hartamu; 3)janganlah meninggalkan shalat wajib dengan sengaja karena barang¬siapa meninggalkan shalat wajib dengan sengaja, maka dia akan terlepas dari pertanggungjawaban Allah; 4) janganlah minum arak karena ia adalah pangkal segala kekejian; 5) jauhilah maksiat karena sesungguhnya kemaksiatan itu menyebabkan kemarahan Allah; 6) janganlah lari dari medan perang walaupu seluruh  temanmu  telah  meninggal dunia;   7) tetaplah berada di tempat tinggalmu walaupun penyakit yang mematikan menimpa seluruh manusia; 8. berikan nafkah kepada keluargamu sesuai dengan kemampuanmu; 9) jangan tinggalkan tongkatmu dalam mendidik mereka; dan 10) jadikanlah mereka orangyang takut kepada Allah.”
Yang dimaksud dengan ‘jangan tinggalkan tongkatmu dalam mendidik mereka’ adalah jangan sampai kita tidak mempedulikan mereka, yaitu seorang ayah tidak memperingatkan atau memukul anaknya yang melakukan kesalahan. Padahal dalam menegakkan batasan-batasan syariat kadang-kadang mereka perlu dipukul karena tanpa pukulan maka peringatan tidak akan diperhatikan. Di zaman sekarang, karena kecintaan yang berlebihan, banyak orang tua yang tidak memperingatkan anak-anaknya sejak usia dini apabila mereka melakukan kesalahan. Ketika mereka telah terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan buruknya, barulah menangis cemas. Hal ini bukanlah kasih sayang terhadap anak, tetapi suatu permusuhan yang besar karena tidak melarang mereka dari perbuatan-perbuatan buruk juga akibat salah memahami bahwa memukul mereka bertentangan dengan kasih sayang. Orang bijak manakah yang suka bila seseorang berkata bahwa penyakit bisul kecil pada anak-anaknya yang semakin hari semakin besar tidak perlu dioperasi dengan alasan kasihan melihat mereka menangis bila dioperasi atau dibubuhi obat karena akan sakit atau perih, bahkan walaupun ratusan ribu anak-anak berlari menangis, maka serbuk obat itu harus dibubuhkan kepada luka tersebut. Banyak hadits Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa kita diperintahkan supaya menyuruh anak-anak kita melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan memukul mereka jika meninggalkannya setelah berusia sepuluh tahun.
Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Awasilah shalat anak-anak kalian dan biasakanlah mereka dengan perbuatan-perbuatan yang baik.” Luqman Al Hakim berkata, “Pukulan seorang ayah kepada anaknya ibarat air yang menyirami kebun.” Rasulullah saw. bersabda, “Peringatan seorang ayah terhadap anaknya adalah lebih baik daripada sedekah sebanyak satu sha.” Satu sha kurang lebih 3,5 kg. Sebuah hadits mengatakan bahwa Allah Swt. merahmati seseorang yang menyimpan tongkat (rotan) untuk memperingat-kan keluarganya. Hadits lain mengatakan, ‘Tidak ada pemberian seorang ayah kepada anak-anaknya yang lebih utama daripada pendidikan yang baik.” (al Jami’us Shaghir)
Hadits ke-4
Dari Naufal bin Mu’awiyah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan satu shalatnya, maka seolah-olah dia telah kehilangan keluarga dan hartanya. (HR. Ibnu Hibban).
Melalaikan shalat biasanya terjadi karena sibuk dengan urusan anak-anak atau karena terlalu berambisi mencari harta benda. Rasulullah saw. bersabda, “Melalaikan shalat dampaknya seperti kehilangan anak-anak dan seluruh harta benda sehingga tinggallah seorang diri di dalam rumah.” Maksudnya seberapa banyak kerugian dan kemalangan yang dialami seseorang akibat kehilangan seluruh harta dan keluarga maka seperti itulah kerugian dan kemalangan seseorang yang meninggalkan satu shalatnya. Begitu juga, sejauh mana kesedihan seseorang akibat kehilangan seluruh harta dan keluarganya maka seperti itu juga hendaknya merasa sedih karena meninggalkan satu shalatnya.
Apabila ada orang yang dipercaya dan diyakini kebenaran kata-katanya berkata kepada seseorang bahwa di jalan itu rawan perampokan dan orang yang melewati jalan itu pada malam hari pasti akan dibunuh dan diambil hartanya oleh perampok tersebut, maka siapakah orang yang berani melewati jalan itu? Jangankan di malam hari yang sangat menakutkan, di siang hari pun orang-orang akan takut melewatinya. Rasulullah saw. yang benar dan dapat dipercaya telah memberitahukan larangan dan perintah dengan sabda-sabda beliau bukan hanya dengan satu atau dua hadits, namun kita masih tetap mengabaikannya. Kita sebagai umat Isiam sering mengaku-aku pengikut Rasulullah saw. dan mengakui kebenaran sabda beliau, tetapi sesungguhnya pengakuan itu kita ucapkan dengan mulut dusta. Karena kenyataanya, kita sendiri yang tahu seberapa banyak sabda-sabda Rasulullah saw. yang berkesan di dalam had kita.
Hadits ke-5
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mengumpulkan dua shalat tanpa udzur, sungguh ia telah mendatangi satu pintu dari pintu-pintu dosa besar. (HR Hakim – At Targhib)
Ali r.a. Berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah menunda-nunda tiga perkara, yaitu: 1) shalat apabila telah datang waktunya; 2) jenazah apabila telah siap urxuk dikuburkan; 3) wanita yang belum nikah apabila pasangannya telah ditemukan.”
Banyak sekali orang yang menganggap dirinya ahli agama dan menganggap dirinya disiplin dalam shalat, padahal dengan alasan yang ringan saja, seperti perjalanan, toko, atau pulang kerja, dia mengqadha shalatnya dengan dikerjakan di rumah masing-masing. Melaksanakan shalat tidak pada waktunya tanpa alasan sakit dan sebagainya adalah suatu perbuatan dosa besar. Walaupun dosanya tidak seperti meninggalkan shalat, namun shalat tidak tepat waktu juga telah mendekati perbuatan dosa besar.
Hadits ke-6
Dari Abdullah bin Amr r.a., dari Rasulullah saw. bahwa pada suatu hari beliau bercerita mengenai shalat Beliau bersabda, “Barangsiapa menjaga shalatnya, maka shalat akan menjadi cahaya, pembela dan penyelamat baginya pada hari Kiamat; dan barangsiapa tidak menjaganya, maka tidak akan ada cahaya, pembela, dan penyelamat baginya. Serta pada hari Kiamat ia akan dikumpulkan bersama Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. (HR. Ibnu Hibban dan Thabrani)
Semua orang tahu siapa Fir’aun. Betapa kafirnya dia sehingga mengaku dirinya sebagai tuhan, Hamman adalah perdana menterinya, dan Ubay bin Khalaf adalah musuh besar Islam dari kaum musyrikin Makkah. Sebelum hijrah, Ubay bin Khalaf pernah berkata kepada Rasulullah saw, “Aku memelihara seekor kuda dan aku telah memberinya banyak makanan, dengan mengendarainya saya akan membunuhmu di kemudian hari.” (Na’udzubillahi min dzalik). Rasulullah saw. pun berkata kepadanya, “Insya Allah, saya yang akan membunuhmu.” Ketika terjadi perang Uhud, dia mencari-cari Rasulullah sambil berkata, “Apabila pada hari ini Muhammad lolos dariku, maka akulah yang akan celaka!” Kemudian dia menuju Rasulullah saw. untuk menyerang beliau. Para sahabat ingin melempar Ubay bin Khalaf dengan tombak dari jauh, tetapi Rasulullah saw. bersabda, “Biarkan dia mendekat.” Ketika dia telah mendekat, Rasulullah saw. mengambil sebilah tombak dari seorang sahabat lalu melemparkannya kepada Ubay bin Khalaf, sehingga lehernya tergores sedikit, akibat lemparan itu dia terjatuh dari kudanya. Dengan jatuh bangun, dia berlari menuju pasukannya sambil berteriak, “Demi Tuhan, Muhammad telah membunuhku.” Orang-orang kafir berusaha menenangkannya bahwa itu hanyalah sebuah goresan saja, tidak perlu dikhawatirkan. Namun dia berkata, “Muhammad pernah berkata, bahwa dia akan membunuhku.’ Demi Allah, seandainya dia hanya meludahiku saja, pasti aku akan mati.” Diceritakan bahwa suara teriakannya bagaikan teriakan lembu jantan. Abu Sufyan yang ketika itu sebagai panglima perang berkata dengan nada mempermalukan, “Dengan sedikit goresan saja engkau berteriak-teriak.” Ubay bin Khalaf berkata, “Apakah kamu tidak tahu siapa yang melempar aku? Ini adalah lemparan Muhammad. Saya sangat menderita. Demi Latta dan Uzza, jika penderitaanku ini dibagikan kepada seluruh penduduk Hijaz, niscaya mereka akan binasa. Muhammad pernah berkata kepadaku, ‘Aku akan membunuhmu.’ Ketika dia berkata begitu, aku yakin bahwa aku akan mati di tangannya dan tidak akan lolos darinya. Seandainya dia meludahiku sedikit saja setelah dia mengatakan demikian, maka pasti aku akan binasa.” Akhirnya Ubay bin Khalaf meninggal dunia sehari sebelum tiba di Makkah.
Peristiwa ini adalah pelajaran bagi kita. Seorang kafir yang kuat dan musuh besar Islam saja begitu yakin dengan perkataan Rasulullah saw., sehingga dia tidak merasa ragu sedikitpun tentang kematiannya di tangan Rasulullah saw.. Namun kita sebagai manusia yang mengimani kenabian dan kebenaran beliau, meyakini sabda-sabda beliau, mengaku cinta pada beliau, dan bangga dengan posisi kita sebagai umat beliau, berapa banyak sabda-sabda beliau yang kita amalkan? Juga hal-hal yang diberitakan oleh beliau seperti azab, berapa banyak yang kita takuti? Hal ini perlu diperhatikan dan direnungkan oleh setiap orang.
Dalam kitab Az Zawajir, Ibnu Hajar rah.a. telah menceritakan tentang Fir’aun, Qarun, dan lain-lain. Dia menuliskan bahwa orang yang melalaikan shalat akan dibangkitkan bersama Fir’aun, Qarun, dan Hamman. Alasannya adalah, karena adanya kesamaan alasan-alasan yang ada pada diri mereka. Jika seseorang meninggalkan shalat dengan alasan sibuk karena banyaknya harta benda, maka dia akan dibangkitkan bersama Qarun. Jika alasannya karena sibuk dalam pemerintahan dan kekuasaan, maka akan dibangkitkan bersama Fir’aun. Jika penyebabnya adalah jabatan, maka dia akan dibang-kitkan bersama Hamman. Dan jika seseorang meninggalkan shalat karena sibuk dengan perdagangan, maka dia akan dibangkitkan bersama Ubay bin Khalaf. Apabila kita dibangkitkan bersama-sama orang seperti itu, maka kita akan menerima berbagai macam azab seperti yang diterangkan oleh banyak hadits. Walaupun derajat keshahihan hadits-hadits itu telah banyak dibicarakan, namun tidak ada keraguan mengenainya bahwa azab Jahanam adalah azab yang paling pedih. Penting juga untuk diingat, bahwa pada suatu hari nanti disebabkan keimanannya, seseorang akan dikeluarkan dari neraka Jahanam. Dan mereka (Fir’aun dan yang seperti itu) akan tinggal di neraka Jahanam selama-lamanya. Namun sampai ia bisa keluar dari neraka Jahanam, berapa lama ia bermain dan bersenda gurau didalamnya? Tidak ada yang mengetahui berapa ribu tahun akan disiksa didalamnya.
Hadits 7



Sebagian ulama berkata seperti disebutkan dalam sebuah hadits “Barangsiapa menjaga shalatnya, maka Allah Swt. akan memuliakannya dengan lima perkara:
Allah Swt. akan mengangkat kesempitan hidup darinya.
Menyelamatkannya dari azab kubur.
Allah memberinya catatan dmal dari tangan kanan.
Dia akan melintasi shirat secepat kilat.
Dia akan masuk surga tanpa hisab.
Dan barangsiapa melalaikan shalatnya, maka Allah akan menyiksanya dengan 15 siksaan. Lima siksaan akan diberikan di dunia, tiga ketika mati, tiga di dalam kubur, dan tiga ketika keluar dari kubur. Lima azab yang akan ditimpakan di dunia, yaitu:
Akan dicabut keberkahan umurnya.
Ciri-ciri kesalehan akan dicabut dari wajahnya.
Setiap dmalan yang dilakukannya tidak akan diberikan pahala oleh Allah Swt.
Doanya tidak akan diangkat ke langit.
Tidak akan mendapat bagian dari doa orang-orang yang saleh.
Adapun musibah yang akan menimpanya ketika akan mati, yaitu:
Dia akan mati dalam keadaan hina.
Dia akan mati dalam keadaan lapar.
Dia akan mati dalam keadaan haus sehingga walaupun diberi air minum sepenuh lautan, tidak akan hilang rasa hausnya.
Adapun azab yang akan ditimpakan di alam kubur yaitu:
Kubur akan menyempit baginya sehingga tulang-tulang rusuknya saling bersilangan.
Akan dinyalakan api di dalam kuburnya sehingga dia akan diguling-gulingkan di atasnya siang dan malam.
Allah Swt. akan memasukkan ular ke dalam kuburnya yang bernama Syuja’ul Aqra, dan ular itu akan menguasainya. Kedua matanya terbuat dari api dan kukunya dari besi. Panjang setiap kukunya adalah sehari perjalanan. Dia akan berkata kepada si mayit, ‘Saya adalah Syuja’ul Aqra” Suaranya bagaikan petir yang menggelegar. Ia berkata lagi, ‘Rabb-ku telah memerintahkanku untuk memukulmu karena rnelalaikan shalat Shubuh sampai terbit matahari, dan memukulmu karena rnelalaikan shalat Zhuhur sampai Ashar, dan memukulmu karena rnelalaikan shalat Ashar sampai matahari tenggelam, dan memukulmu karena rnelalaikan shalat Maghrib sampai masuk waktu Isya, dan shalat Isya sampai masuk waktu Shubuh. Setiap kali ia memukulnya sebanyak satu kali pukulan, maka ia akan terbenam ke burnt sedalam 70 hasta. Dia akan senbantiasa disiksa sampai hari Kiamat.
Adapun musibah yang menimpanya ketika ia keluar dari kubur dan dibangkitkan pada hari Kiamat adalah:
Hisabnya sangat keras.
Allah akan marah padanya.
Masuk ke dalam neraka jahannam.
Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa pada wajahnya tertulis tiga baris tulisan yang berbunyi:
Wahai yang menyia-nyiakan hak Allah.
Wahai yang dikhususkan dengan kemarahan Allah.
Sebagaimana kamu telah menyia-nyiakan hak Allah di dunia, maka pada hari ini engkau akan berputus asa dari rahmat Allah.
Walaupun seluruh hadits ini tidak saya temukan di dalam kitab-kitab hadits yang umum, namun berbagai macam pahala dan azab yang dijelaskan di dalamnya banyak sekali dikuatkan oleh beberapa riwayat yang lain. Beberapa riwayat di antaranya telah disebutkan dan riwayat lain akan menyusul. Dalam hadits pertama disebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat berarti ia telah keluar dari Islam, betapa besar azabnya. Oleh karena itu penting untuk diketahui balasan-balasan bagi yang meninggalkan shalat, baik yang telah disebutkan maupun yang akan menyusul. Sekalipun telah ditetapkan azab atas perbuatan ini yang dianggap sebagai perbuatan dosa, tetapi Allah Swt. berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak mangampuni dosa syirik dan akan meng-ampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Dia kehendaki.”
Menurut ayat-ayat dan hadits-hadits di atas, apabila Allah Swt. berkenan memaafkan, maka itu adalah suatu keberuntungan. Dalam hadits-hadits dikatakan bahwa pada hari Kiamat akan ada tiga pengadilan, yaitu :
Pengadilan antara kufur dan  Islam, yang tidak ada pengampunan  di dalamnya.
Pengadilan mengenai hak-hak manusia. Dalam pengadilan ini orang-orang yang mengambil hak saudaranya di dunia, maka pasti haknya akan diambil oleh saudaranya sebagai pertanggungjawaban atau dia akan dimaafkan oleh orang yang diambil haknya.
Pengadilan mengenai hak-hak Allah. Dalam pengadilan ini pintu pengam¬punan terbuka luas. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa balasan-balasan atas perbuatan kita telah disebutkan dalam banyak hadits. Namun kemurahan-kemurahan Allah tidak berbatas untuk mengatasi semua itu.
Selain itu berbagai azab dan pahala juga disebutkan dalam hadits-hadits. Dalam hadits riwayat Imam Bukhari disebutkan bahwa kebiasaan Rasulullah saw. setelah shalat Shubuh adalah bertanya kepada para sahabatnya, mungkin seseorang di antara mereka ada yang bermimpi dalam tidurnya. Jika ada yang bermimpi maka ia akan menceritakannya dan beliau akan menerangkan arti mimpinya. Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya seperti biasanya, setelah itu beliau bersabda, “Aku melihat dalam mimpiku, dua orang datang dan membawaku bersama mereka.” Setelah itu Rasulullah saw. menceritakan tentang mimpinya yang panjang, di antaranya surga, neraka, dan berbagai azab yang sedang ditimpakan kepada orang-orang. Di antara mereka ada seseorang yang beliau lihat kepalanya sedang dipukul dengan batu, begitu kerasnya lemparan batu tersebut sehingga batu itu terpental dan terlempar jauh dari kepala itu. Tak lama kemudian diapun dibangkitkan kembali dengan kepala yang utuh seperti semula. Kemudian dia dipukul dengan sangat keras untuk kedua kalinya. Dan siksaan itu terus menerus terjadi pada dirinya. Rasulullah saw., bertanya kepada kedua temannya, “Siapakah orang-orang ini?” Mereka menjawab, “Dia adalah orang yang ‘dahulunya membaca al Qur’an tapi kemudian meninggalkannya dan tidur tanpa mengerjakan shalat fardhu.
Dalam hadits-hadits yang lain terdapat pula kisah-kisah seperti itu, di antaranya : Rasullulah saw. melihat segolongan orang yang disiksa seperti itu lalu bertanya kepada Jibril siapakah mereka, Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang malas mengerjakan shalat. (at Targhib)
Mujahid rah.a. berkata, “Barangsiapa yang memperhatikan waktu-waktu shalat maka dia akan mendapatkan keberkahan-keberkahan sebagaimana yang dinugerahkan kepada nabi Ibrahim a.s. dan anaknya.” (Durrul Mantsur)
Dari Anas r.a. berkata, “Barangsiapa yang meninggalkan dunia ini dalam keadaan beriman dengan ikhlas, mengerjakan shalat dan membayar zakat maka dia akan keluar dari dunia ini dalam keadaan Allah ridha kepadanya.”
Anas r.a. juga meriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa Allah Swt. berfirman, “Aku ingin sekali menurunkan azab pada suatu tempat, tetapi ketika Aku melihat di sana ada orang-orang yang memakmurkan masjid, ada yang saling mencintai satu sama lain karena Allah, dan ada orang yang ber-istighfar di akhir malam, maka Aku tangguhkan azab-Ku.” (Durrul Mantsur)
Abu Darda r.a. mengirim surat kepada Salman yang di dalamnya tertulis, “Gunakanlah kebanyakan waktumu di dalam masjid.” Saya pernah men-dengar Rasulullah saw. bersabda, “Masjid adalah rumah orang-orang yang bertakwa dan Allah Swt. telah berjanji, ‘Barangsiapa yang banyak meng-gunakan waktunya di dalam masjid, maka Aku akan merahmatinya, Aku akan memberikan ketentraman kepadanya, Aku akan memberi kemudahan kepa-danya ketika melintas shirath pada hari Kiamat kelak, dan Aku akan ridha kepadanya.”
Abdullah bin Mas’ud r.a meriwayatkan dari Rasulullah saw., “Masjid adalah rumah Allah. Orang yang mendatangi rumah seseorang maka dia akan dihormati oleh pemiliknya, begitu pula orang yang mendatangani rumah Allah Swt. (masjid), maka pasti Allah Swt. akan menghormatinya.”
Abu Said al Khudri r.a meriwayatkan dari Rasulullah saw., “Barangsiapa mencintai masjid maka Allah akan mencintainya.”
Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah saw., “Apabila mayat telah dibaringkan di dalam kubur dan orang yang menyertai mayat tadi belum kembali ke rumahnya, maka pada saat itu malaikat datang untuk menanyai-nya. Apabila orang yang dikubur itu orang yang beriman, maka shalatnya akan berada dekat dengan kepalanya dan zakatnya berada di sebelah kanannya, puasa berada di sebelah kirinya dan berapa banyak amal baik yang ia kerjakan semuanya berada di samping kakinya dan mengelilingi mayat tadi, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat mendekatinya. -Malaikat pun akan bertanya kepadanya sambil berdiri jauh dari kepalanya.”
Seorang sahabat berkata, “Apabila keluarga Rasulullah saw. ditimpa kesempitan hidup maka Rasulullah menyuruh mereka melaksanakan shalat dan membaca ayat ini:
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersabarlah atasnya, kami tidak meminta rezeki darimu, Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu dan akibat yang baik adalah bagi orang yang bertakwa.” (Qs. Thaha ayat 132)
Asma r.a. berkata bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Pada hari Kiamat seluruh manusia akan dikumpulkan pada satu tempat dan suara yang diumumkan oleh malaikat pasti didengar oleh seluruh manusia. Pada waktu itu diumumkan, ‘Di manakah orang-orang yang selalu memuji Allah dalam setiap keadaan, baik ketika senang maupun susah?’ Mendengar seruan ini. maka satu rombongan manusia berdiri lalu masuk surga tanpa hisab.
Kemudian diumumkan lagi, ‘Di manakah orang-orang yang menghabiskan waktu malamnya sibuk dengan beribadah dan lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidurnya?’ Maka satu rombongan berdiri dan masuk surga tanpa hisab. Kemudian seruan berikutnya, ‘Di manakah orang-orang yang per-niagaan dan jual belinya tidak melalaikannya dari mengingat Allah?’ Maka satu rombongan berdiri dan masuk surga tanpa hisab.”
Kisah seperti ini diceritakan juga dalam hadits lain dengan penambahan bahwa nanti akan diumumkan, “Sekarang ini seluruh penduduk Mahsyar akan mengetahui siapakah orang yang paling mulia. Juga diumumkan, “Di manakah orang-orang yang kesibukan bisnisnya tidak melalaikan dia dari mengingat Allah dan mendirikan shalat.” (Durrul Mantsur)
Syeikh Nasir Samarqandi rah. a. juga menulis hadits ini dalam kitab Tanbiihul Ghaafilin dan dia menambahkan bahwa setelah ketiga golongan tadi semua masuk surga tanpa hisab, maka keluarlah dari neraka Jahanam seekor ular yang lehernya sangat panjang, kedua matanya menyala dan bisa berbicara dengan fasih, lalu ular itu menggiring manusia menuju ke depannya. Ular itu berkata, “Aku diperintahkan untuk menguasai setiap orang yang sombong dan buruk akhlaknya.” Maka dia mematuk orang-orang itu seba-gaimana binatang mematuk biji-bijian. Semuanya dipatuk dan dilemparkan ke dalam neraka Jahanam. Setelah itu dia keluar untuk yang kedua kalinya dan berkata, “Aku akan menguasai setiap orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya.” Maka orang-orang itupun dipatuk dan dibawa ke dalam neraka Jahanam secara beramai-ramai. Setelah itu dia muncul kembali dan mematuk orang-orang yang suka menggambar dan melukis (makhluk hidup) dan membawanya ke neraka Jahanam setelah ketiga golongan manusia ini dimasukan ke dalam neraka Jahanam barulah dimulai hisab bagi manusia lainnya.
Diriwayatkan pada zaman dahulu manusia dapat melihat syetan, seorang shahib berkata kepada syetan, “Beritahukan kepadaku bagaimana caranya agar aku bisa menjadi seperti kamu.” Syetan berkata, “Sampai hari ini aku tidak pernah mendapati orang yang bertanya seperti kamu, apa perlumu bertanya seperti itu.” Shahib itu berkata, “Hatiku ingin seperti itu.” Syetan menjawab, “Jika kamu ingin menjadi seperti aku, bermalas-malasanlah dalam shalat, janganlah takut dalam bersumpah, dan bersumpahlah baik bohong ataupun benar.” Shahib berkata, “Saya berjanji kepada Allah, bahwa saya sekali-kali tidak akan meninggalkan shalat dan saya sekali-kali tidak akan bersumpah.” Syetan berkata, ‘Tidak ada seorangpun yang begitu cerdik selain kamu, dan aku berjanji tidak akan pernah memberikan satu nasehatpun kepada seseorang.”
Ubay r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Berikanlah kabar gembira kepada umat ini mengenai ketinggian, kemuliaan dan kemenangan agama mereka. Tetapi bagi orang yang mengerjakan satu amal agama untuk dunia maka tidak ada bagian baginya di akherat nanti.” (At Targhib)
Diriwayatkan dalam satu hadits bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Aku pernah berjumpa dengan Allah dalam wajah yang paling indah, Dia berfirman kepadaku, *Wahai Muhammad, apakah yang sedang diperbantahkan oleh para malaikat?’ Aku menjawab, ‘Saya tidak tahu.’ Maka Allah Suit, meletakan tangan-Nya yang mulia di atas dadaku sehingga terasa sejuk sampai ke dadaku dan dengan sebab keberkahan-Nya itulah seluruh alam ini terbentang luas di hadapanku, kemudian Dia berfirman kepadaku, ‘Sekarang ceritakanlah yang sedang diperbantahkan oleh Malaikat?’ Aku berkata, ‘Mereka berbantah-bantahan mengenai perkara yang meninggikan derajat, perkara-perkara yang menyebabkan gugurnya dosa, mengenai pahala langkah setiap kaki yang menuju shalat berjamaah, mengenai keutamaan wudhu secara sempurna di waktu dingin, dan mengenai keutamaan duduk selepas shalat sambil menunggu shalat yang lain. Barangsiapa yang menjaga itu semua, maka dia akan menjalani kehidupannya dalam keadaan yang terbaik dan akan mati dalam keadaan yang terbaik pula.”
Dalam hadits Qudsi yang lain Allah Swt. berfirman, “Wahai anak Adam, kerjakanlah shalat empat rakaat di awal hari, niscaya Aku menyelesaikan seluruh urusanmu pada hari itu.”
Dalam kitab Tanbiihul Ghaafiliin terdapat sebuah hadits yang menye-butkan bahwa shalat adalah penyebab datangnya ridha Allah, amal yang dicintai para malaikat, sunnah para nabi, dengannya akan lahir cahaya ma’rifat dan doa akan dikabulkan, memberkahkan rezeki, shalat sebagai akar keimanan, menyehatkan badan, senjata melawan musuh, pembela bagi orang yang melaksanakannya, cahaya dalam kubur, sebagai penenang hati dari kecemasan dalam kubur, memudahkan menjawab pertanyaan Munkar dan Nakir, naungan dari panasnya hari Kiamat, cahaya dalam kegelapan kubur, tameng dari api neraka Jahanam, yang memberatkan timbangan amal, mempercepat ketika melintas titian shirath, dan kunci surga.”
Ibnu Hajar rah.a. meriwayatkan dalam kitab al Munabbihat dari Utsman bin Affan, “Barangsiapa menjaga shalat dan memperhatikan waktu-waktunya dengan teratur, maka Allah Swt. akan memuliakannya dengan sembilan perkara: 1) Allah akan mencintainya; 2) Allah akan memberinya kesehatan; 3) Malaikat akan melindunginya; 4) memberikan keberkahan dalam rumahnya; 5) nampak cahaya kesalehan pada wajahnya; 6) Allah akan melembutkan hatinya; 7) akan melintasi titian shirath secepat kilat; 8. Allah akan menyelamatkannya dari neraka Jahanam; 9) tetangganya di akhirat kelak adalah orang-orang yang dikatakan dalam al Quran: ‘Tidak ada ketakutan bagi mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.”
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda, “Shalat adalah tiang agama dan mempunyai sepuluh kebaikan: 1) daya tarik pada wajah; 2) cahaya dalam hati; 3) sebagai sarana untuk menyegarkan dan menyehatkan badan; 4) penghibur dalam kubur; 5) sarana untuk menarik rahmat Allah; 6) kunci untuk membuka pintu langit; 7) memberatkan timbangan amal kebaikan;  jalan untuk memperoleh keridhaan Allah; 9) harga bagi surga; 10) pelindung dari api neraka.”
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mengerjakan shalat berarti menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkan shalat berarti meruntuhkan agama.” Dalam hadits lain disebutkan, “Rumah yang di dalamnya ditegakkan shalat, akan memancarkan cahaya. Karena itu sinarilah rumahmu dengan shalat (sunnah).” (Jami’usk’Shaghir)
Dalam sebuah hadits masyhur disebutkan bahwa Rasulullah saw. ber¬sabda, “Pada hari Kiamat nanti, tangan, kaki dan wajah orang-orang yang suka berwudhu dan sujud akan bercahaya, sehingga mereka akan mudah dikenali dari umat-umat yang lain.”
Dalam sebuah hadits diberitakan, bahwa apabila dari langit akan turun suatu bencana, maka bencana itu akan diangkat oleh dan dari orang-orang yang memakmurkan masjid. (Jami’ush Shaghir)
Tertulis juga dalam beberapa hadits lainnya, bahwa Allah Swt. meng-haramkan neraka untuk membakar anggota badan yang digunakan untuk sujud (apabila disebabkan oleh amal perbuatannya yang buruk dia masuk neraka, maka bagian yang digunakan untuk sujud tidak akan terbakar oleh api). Dalam hadits lain disebutkan bahwa shalat akan menghitamkan mulut syetan. Dan sedekah akan mematahkan tulang punggungnya. (Jami’ush Shaghir)
Dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda, “Shalat adalah obat bagi segala penyakit.” (Jami’ush Shaghir)
Dalam hadits lain disebutkan ada sebuah kisah yang berhubungan dengan hal itu. Suatu ketika Abu Hurairah r.a. menekan perutnya, kemudian Rasulullah saw. bertanya, “Apakah perutmu sakit?” “Ya” Jawab Abu Hurairah. Rasulullah saw. bersabda, “Bangunlah dan kerjakan shalat, karena shalat adalah obat bagi segala penyakit.” (Ibnu Katsir)
Suatu ketika Rasulullah saw. berpimpi melihat surga dan beliau men-dengar suara langkah terompah Bilal r.a. kemudian pada waktu Shubuh Rasulullah saw. bertanya kepada Bilal r.a., “Apakah amalan isitimewamu sehingga suara langkah terompahmu sudah terdengar di dalam surga?” Bilal r.a. menjawab, “Aku selalu berusaha memperbaharui wudhuku apabila batal pada siang ataupun malam hari, kemudian melaksanakan shalat Tahiyyatul Wudhu sebanyak yang aku mampu.” (al Fath)
Safiri rah.a. berkata, “Orang-orang yang meninggalkan shalat Shubuh, maka para malaikat akan memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang berdosa. Dan orang-orang yang meninggalkan shalat Zhuhur, maka akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang rugi. Dan orang yang meninggalkan shalat Ashar akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang bermaksiat. Dan yang meninggalkan shalat Maghrib, akan digolongkan ke dalam golongan orang yang kafir. Dan yang meninggalkan shalat Isya, maka akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang menyia-nyiakan hak Allah Swt.” (Ghaliyatul Mawa’izh)
Allamah Sya’rani rah.a. berkata, “Hal ini seharusnya kita pahami bahwa setiap musibah akan diangkat dari perkampungan yang penduduknya menjaga shalat. Begitu juga sebaliknya, musibah akan terus menimpa suatu tempat yang penduduknya melalaikan shalat. Misalnya gempa bumi, halilintar, rumah-rumah yang ditelan bumi, maka tidaklah heran jika hal itu terjadi karena mereka mengabaikan shalat. Dan dalam pikiran kita jangan merasa bahwa saya sudah melakukan shalat, saya tidak peduli terhadap orang lain. Apabila terjadi bencana, maka bencana itu akan menimpa seluruhnya. (Hal ini telah disebutkan di dalam hadits ketika Rasulullah saw. ditanya, “Apakah mereka akan ditimpa azab walaupun ada di antara mereka orang-orang yang saleh?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya, jika kemungkaran sudah merajalela.”
Oleh karena itu, tugas kita sekarang adalah sesuai dengan kemampuan kita, hendaknya berusaha untuk mengajak kepada kebenaran dan mencegah kemungkaran. (Lawaqihul Anwar).
Hadits ke-8
Rasulullah saw. bersabda, “barangsiapa meninggalkan shalat hingga terlewat waktunya, lalu ia mengqadhanya, maka ia akan ‘disiksa di dalam neraka selama satu huqub, satu huqub sama dengan 80 tahun, dan satu tahun terdiri dari 360 hari. Sedangkan ukuran satu hari (di akhirat) adalah 1.000 tahun (di dunia).” (Majalisul Abrar)
Di dalam lughat, huqub artinya waktu yang sangat panjang. Tetapi menurut kebanyakan hadits, bermakna seperti di atas, yaitu 80 tahun. Perhitungan demikian tertulis dalam kitab Darrul Mantsur. Ali r.a. pernah ditanya oleh Hilal Hijri r.a., “Berapa lamakah satu huqub itu?” Ali r.a. menjawab, “Satu huqub adalah 80 tahun, dan setahun adalah 12 bulan, dan setiap bulan adalah 30 hari, dan satu hari sama dengan 1.000 tahun hari di akhirat.” Abullah bin Mas’ud r.a. meriwayatkan dalam riwayat yang shahih bahwa satu huqub sama dengan 80 tahun. Abu Hurairah r.a. telah mendengar langsung dari Rasulullah saw. bahwa satu huqub sama dengan 80 tahun dan satu tahun sama dengan 360 hari dan satu hari di akhirat sama dengan 1.000 tahun perhitunganmu (di dunia). Kemudian Abdullah bin Umar r.a. berkata, “Kita jangan merasa cukup bahwa dengan iman yang kita miliki, pada akhir-nya kita akan diangkat dari neraka, yaitu bila akan diangkat dari neraka setelah 28.800.000 tahun. Dan apabila disebabkan oleh dosa lainnya, maka akan lebih lama lagi mendiami neraka. Selain itu, banyak hadits yang mene-rangkan tentang lama atau tidaknya tinggal di neraka. Akan tetapi lamanya satu huqub seperti yang disebutkan di dalam hadits di atas telah banyak disebutkan dalam beberapa hadits. Dan mungkin juga berkurang atau bertambahnya siksaan akan disesuaikan dengan orang tersebut.
Di dalam kitab Qurratul Uyun Abu Laits Samarqandi rah.a. menulis sebuah hadits, “Barangsiapa meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja walaupun satu shalat, maka namanya akan tertulis pada pintu neraka yang ia harus memasukinya.” Ibnu Abbas r.a. berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw. bersabda, “Katakanlah, Ta Allah, janganlah salah seorang dari kami dijadikan orang-orang yang sengsara.’ Kemudian Rasulullah saw. bertanya, Tahukah kamu siapakah orang yang sengsara itu?’ Para sahabar r.a. menjawab, ‘Orang yang sengsara adalah orang yang meninggalkan shalat. Dalam Islam mereka tidak akan mendapat bagian apapun.” Disebutkan dalam hadits lain bahwa barangsiapa meninggalkan shalat tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, maka pada hari Kiamat Allah Swt. tidak akan mempedulikannya, bahkan Allah Swt. akan menyiksanya dengan suatu azab yang sangat pedih.
Disebutkan dalam hadits lain, ada 10 orang yang akan disiksa dengan luar biasa, salah satunya adalah bagi orang yang meninggalkan shalat. Kedua tangannya akan dibelenggu, malaikat akan senantiasa memukul wajah dan punggungnya. Surga akan berkata kepadanya, “Engkau tidak akan mem-punyai hubungan apapun denganku. Dan aku tidak diperuntukkan kepada orang-orang seperti kamu.” Kemudian Jahannam akan berkata, “Mari, kemarilah, kamu adalah untukku dan aku untukmu.”
Dalam hadits inipun diriwayatkan di dalam neraka terdapat suatu lembah (hutan) yang bernama Lamlam. Di dalamnya ada seekor ular yang sangat besar, sebesar leher unta dan panjangnya seperti satu bulan perjalanan. Ular itu diciptakan untuk menyiksa orang-orang yang meninggalkan shalat. Di dalam hadits yang lain juga disebutkan bahwa di sana ada suatu padang yang bernama Jubul Huzn. Di sana ada rumah-rumah kalajengking, dan setiap kalajengking besarnya sama dengan keledai. Dan kalajengking itu diciptakan untuk menyiksa orang-orang yang meninggalkan shalat. Memang benar bahwa Allah Swt. dengan mudah dapat mengampuni dosa hamba-Nya, namun siapakah yang dapat menjamin bahwa Allah 5m;/. akan mengampuni kita?
Di dalamnya kitab Az Zawajir, Ibnu Hajar rah.a. menulis bahwa ada seorang wanita yang meninggal dunia, saudara laki-lakinya ikut serta dalam upacara penguburannya. Ketika mayat itu dikubur, sebuah kantong uang terjatuh dan masuk ke dalam liang kubur. Pada waktu itu ia tidak sadar, namun ketika ia telah pulang ke rumahnya, ia ingat bahwa kantong uangnya telah teijatuh, iapun merasa sedih. Akhirnya secara sembunyi-sembunyi ia menggali kubur tadi untuk mengambil kantong uang tersebut, tetapi ketika kuburan itu digalinya, tiba-tiba jilatan api keluar dari dalam kubur tersebut. Sambil menangis ia segera menemui ibunya, kemudian ia menceritakan kepada ibunya apa yang telah terjadi, dan ia bertanya, Mengapa terjadi demikian?” Ibunya menjawab, “Dia sering bermalas-malasan dalam menger-jakan shalat dan selalu mengqhada shalatnya.” Mudah-mudahan Allah meme-lihara kita dari perbuatan seperti itu.
Hadits ke-9
“Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang tidak mengerjakan shalat dan tidak ada shalat bagi orang yang tidak ada wudhu.” (Hr. Albazar)
Seseorang yang tidak mengerjakan shalat dan ia mengaku dirinya seorang muslim, bahkan dengan mengemukakan dalil bahwa dirinya seorang yang benar-benar muslim, maka sedikit berpikirlah tentang hadits Rasulullah ini. Mengenai hal ini Rasulullah saw. bersabda, “Hendaklah kamu perhatikan, bahwa kejayaan orang-orang terdahulu adalah karena mereka selalu berpegang teguh pada agamanya, sehingga dunia betfada di bawah telapak kaki mereka.”
Suatu ketika pernah mata Abdullah bin Abbas r.a. kemasukan benda, sehingga orang-orang berkata kepadanya, “Kamu bisa sembuh dengan syarat sementara waktu kamu harus meningalkan shalat.” Beliau berkata, ‘Tidak, hal itu tidak mungkin saya lakukan karena saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa meninggalkan shalat niscaya ia akan menjumpai Allah Swt. dalam keadaan dimurkai.” Mengenai hal ini hadits lain meriwayat-kan bahwa mereka menasehati beliau agar bersujud di atas kayu selama lima hari. Beliau berkata, “Satu rakaatpun saya tidak akan melakukannya seperti itu, aku akan bersabar menghabiskan sisa usiaku dalam keadaan buta.”
Bagi mereka tidak mudah untuk meninggalkan shalat sekalipun disebabkan oleh uzur yang membolehkan mereka meninggalkannya.
Pada akhir hayatnya Umar r.a. terkena tusukan pisau, beliau banyak mengeluarkan darah sehingga beliau sering jatuh pingsan, kemudian dalam keadaan pingsan beliau meninggal dunia. Tetapi pada waktu beliau sakit, apabila waktu shalat tiba, maka beliau segera mengerjakan shalat. Dalam keadaan bagaimanapun beliau mengerjakan shalat. Beliau berkata, “Sesungguhnya orang yang tidak mengerjakan shalat, maka ia tidak mendapat bagian apapun dalam Islam.”
Sekarang lihatlah diri kita, karena kita menganggap ada keringanan dan kemudahan dalam shalat, maka tidak perlu bersusah payah mengerjakan shalat, lebih baik kita membayar fidyah saja. Kita berangan-angan akan mendapatkan tingkat ibadah seperti orang-orang terdahulu dalam mengerjakannya, namun kita tidak memahami bagaimana teguhnya orang-orang terdahulu dalam memegang agama.
Ali r.a. meminta seorang hamba sahaya (pembantu) kepada Rasulullah saw. untuk membantunya dalam pekerjaan sehari-hari. Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga orang hamba sahaya padaku, ambillah menurut yang kamu sukai.” Ali r.a. berkata, ‘Terserah engkau ya Rasulullah, mana yang engkau sukai.” Kemudian beliau memilih salah seorang dan bersabda, “Ambillah dia karena dia seorang yang menjaga shalatnya. Janganlah kamu memukulnya karena kita dilarang memukul orang yang menjaga shalatnya.”
Kisah seperti di atas terjadi juga kepada seorang sahabat yang bernama Abul Haitsam. Dia juga meminta seorang hamba sahaya kepada Rasulullah saw. Akan tetapi kebalikan daripada semua ini adalah, ketika pekerja kita adalah orang yang menjaga shalatnya maka kita menyakiti dia dan karena kebodohan kita, kita menganggap bahwa shalat dia adalah kerugian bagi kita.
Suatu ketika Sufyan Atstsauri pernah mengalami bahwa dirinya telah dikuasai oleh keadaan (ghaabatul hat). Selama tujuh hari terus menerus dia tinggal di rumahnya tanpa makan, minum dan tidur. Setelah mengetahui kondisinya, gurunya bertanya, “Apakah waktu-waktu shalatnya terjaga (yakni dia terus menerus menjaga waktu shalatnya)?” Orang-orang menjawab, “Sesungguhnya waktu-waktu shalatnya betul-betul terjaga.” Gurunya berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak memberikan jalan kepada syetan untuk menguasainya.” (Bahjatun Nufus). ***